PEMILU  

POPS ; Parpol Mesti Memahami Lanskap Politik Terkini Di Lingkungan Tempatnya Berada

Jakarta, – Politik adalah tentang who gets what, when, how, demikian ungkapan yang sangat dikenal dalam dunia politik. Definisi ini disampaikan oleh Harold Laswell, seorang ilmuwan politik Amerika, dalam salah satu bukunya yang terkenal di tahun 1936, dengan judul yang sama. Berbicara tentang politik, berarti berbicara tentang siapa mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana.

Menurut POPS (Public Opinion Poll Syndicates) Untuk mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana, tentunya setiap parpol mesti memahami lanskap politik terkini di lingkungan tempatnya berada. Begitu juga dengan partai politik di Indonesia.

Pemahaman mengenai lanskap politik Indonesia terkini, menjadi dasar bagi setiap parpol dalam memilih jalan yang akan ditempuh untuk merebut kepercayaan masyarakat. Menarik untuk menelaah, seperti apa lanskap politik Indonesia terkini, termasuk krisis Covid-19 yang menjadi bagian di dalamnya saat ini.

Lanskap politik Indonesia terkini yang pertama adalah perubahan peta politik di parlemen pasca Pileg 2019. Saat ini ada sembilan partai politik parlemen. Enam parpol merupakan pendukung pemerintah, yaitu PDI-P, Golkar, Gerindra, PKB, Nasdem, dan PPP.

Adapun yang di luar pemerintahan ada tiga parpol, yaitu Demokrat, PKS, dan PAN. Koalisi parpol di dalam pemerintahan memiliki 427 kursi atau 74 persen, sedangkan parpol di luar pemerintahan memiliki 148 kursi atau setara dengan 26 persen kursi parlemen.

Pandemi virus corona (Covid-19) dengan sendirinya telah mengubah wajah dunia. Banyak sosok pemimpin dunia dan sudah senior di dunia politik, tergagap merespons wabah ini.

Sekarang dan ke depannya, lanskap politik Indonesia dengan sendirinya bakal terpengaruh oleh pandemi ini. Kualitas kepemimpinan tokoh-tokoh politik nasional, diuji dengan situasi krisis seperti ini.

Parpol memiliki peluang untuk berkontribusi nyata. Setiap ketua umum parpol, memiliki power untuk mendorong itu. Pertama, tentu saja melalui pintu parlemen. Memberikan masukan-masukan strategis terkait strategi dan pelaksanaan pencegahan dan penanganan pandemic Covid-19 melalui perwakilannya di Senayan.

Mengawal realokasi anggaran agar bisa lebih difokuskan kepada penanganan Covid-19. Mengawal, memonitor, dan mengevaluasi pilihan kebijakan dan implementasinya yang dipilih pemerintah.

Kedua, untuk parpol pemerintah, bisa melakukannya dengan mendorong dan mendukung kader-kadernya yang terlibat dalam kabinet, untuk melakukan kerja nyata mencegah dan menangani isu Covid-19. Hanya, rasanya kurang pas jika mengklaim kerja menggunakan uang rakyat, sebagai jasa pribadi.

Lebih tepat untuk menunjukkan kalau memang kader parpol bersangkutan cakap mengemban amanah di jabatan publik. Ketiga, baik parpol pendukung pemerintah maupun yang di luar pemerintahan, dapat menggerakkan para pengurus dan kadernya di seluruh pelosok Indonesia untuk melakukan kerja nyata, sistematis, terstruktur, dan masif, mencegah dan menangani pandemi Covid-19 sesuai dengan kemampuannya.

Metodologi

  • Dalam Survei jajak pendapat ini melibatkan 2.180 responden dari 190.779.969 warga Indonesia yang terdaftar di DPT pemilu 2019 , Responden diambil sebagian besar berstatus Rumah Tangga Pekerja yaitu, 70,4 persen dan selebihnya pada Rumah Tangga Usaha dengan komposisi 29,4 persen. dan tersebar di 34 provinsi dan dipilih lewat metode multi stage random sampling. Survei mencantumkan margin of error survei ini kurang lebih 2,1 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
  • Pengambilan data survei ini mengunakan cara wawancara melalui pertanyaan terbuka dan mengunakan kuisioner dengan menerapkan protocol kesehatan antara surveyor dan responden.
  • Survei dilakukan pada rentang waktu 11 -23 Februari 2021
  • Untuk menghasilkan kualitas survei yang akurat dan valid dilakukan recheck dan reconfirm terhadap 20 persen data responden dari 2180 responden

Demographi

Responden terpilih adalah Responden yang sudah berumur lebih dari 17 Tahun, secara kriteria demographi responden yang tingal di perkotaan 53,4 persen dan di pedesaan 46,6 persen.

Berdasarkan aktivitas responden sehari hari sebanyak 41,8 persen merupakan pekerja di sektor formal & informal baik di Swasta, BUMN maupun ASN, sebanyak 28,8 persen merupakan ibu rumah tangga, sebanyak 29,4 persen merupakan pelaku usaha atau pemilik usaha

Hasil temuan survei

  1. Keadaan Perekonomian Nasional
  2. Sebanyak 34,3 persen masyarakat Indonesia yang terwakili oleh 2180 responden menyatakan akibat dampak pandemik covid 19 selama satu tahun ini keadaan ekonomi keluarga mengalami penurunan pendapatan keluarga hingga diatas 50 persen dan sebanyak 49,8 persen menyatakan ekonomi keluarga mereka mengalami penurunan pedapatan di bawah 50 persen dibanding sebelum ada pandemik Covid 19 , sedangkan sebanyak 8,7 persen menyatakan ekonomi keluarga mereka pendapatan tetap sedang sebanyak 6,2 persen menyatakan ekonomi keluarga mereka mengalami peningkatan pendapatan keluarga. Artinya 34,3 persen masyarakat Indonesia terancam masuk dalam jurang kemiskinan. Dan sebanyak 49,8 persen kemungkinan terus merosot pendapatannya apabila program pemulihan ekonomi mengalami stagnasi.

 

  1. Pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp 203,9 triliun untuk perlindungan sosial selama pandemi Covid-19. Perlindungan sosial ini direalisasikan dalam bentuk berbagai program dengan tujuan meringankan beban ekonomi masyarakat lapis bawah. Presiden Joko Widodo mengatakan sejumlah program perlindungan sosial tersebut di antaranya adalah Program Keluarga Harapan (PKH), BNPT Sembako, Bantuan Sosial Tunai, Kartu Prakerja, BLT, Dana Desa, Banpres Produktif untuk Modal Kerja UMKM, Subsidi Gaji, dan diskon listrik. Program ini diberikan pemerintah untuk meringankan beban ekonomi masyarakat akibat pandemi Covid-19.  Dari hasil survei ini sebanyak 53,6 persen menyatakan bahwa program perlindungan sosial yang disalurkan pemerintah selama covid sangat membantu keadaan ekonomi keluarga mereka. Sedangkan sebanyak 26,8 persen menyatakan kurang cukup membantu kesulitan ekonomi keluarga mereka selama covid , dan sebanyak 19,6 menyatakan program tersebut tidak memberikan efek meringankan perekonomian keluarga mereka. Karena mereka mengaku tidak menerima program tersebut.
  2. Dalam survei ditemukan bahwa penurunan pendapatan keluarga pekerja ditemukan sejumlah penyebab penurunan pendapatan rumah tangga Indonesia. Meliputi, penurunan pendapatan akibat kehilangan pekerjaan dan jam kerja berkurang sebanyak 61,8 persen.dan sejumlah rumah tangga pelaku usaha juga mengakui pendapatan berkurang karena event, liburan, maupun aktivitas lain yang terpaksa dibatalkan karena pandemi, mencapai 38,2 persen.
  3. .Dari hasil semua ada yang ditemukan bahwa sebanyak 56,7 persen masyarakat yang disurvei mengaku pengeluaran rumah tangga justru bertambah. Misalnya, untuk makanan minuman dan listrik. Namun, 37,4 persen masyarakat mengakui pengeluaran untuk acara sosial, Leisure berkurang dan sebanyak 5,9 persen menyatakan pengeluaran rumah tangga mereka seperti biasa saja.
  4. Survei ini juga menemukan optimisme konsumsi pada masyarakat Indonesia usai pandemi. Sebanyak 54,7 persen responden mengaku akan melakukan konsumsi lebih jika Covid-19 berakhir. Sementara itu, lalu 29,4 persen responden Indonesia mengaku akan melakukan konsumsi dalam jumlah yang sama. Sedangkan 15,9 persen dari mereka mengaku akan mengurangi konsumsi

Kesimpulan

Bisa disimpulkan bahwa tujuan utama dari analisis ini adalah melihat dampak dari Covid-19 bagi kondisi sosial ekonomi di Indonesia saat ini. Berdasarkan hasil penelitian, keadaan Covid-19 memiliki dampak negatif dan positif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di Indonesia, diantaranya berupa dampak negatif dalam perekonomian Indonesia menunjukkan penurunan yang signifikan karena berbagai halangan yang membuat pendapatan masyarakat berkurang,

  1. Dinamika Politik Nasional
  2. Dalam dinamika politik nasional harapan masyarakat terhadap konsolidasi elite politik 2021 menunjukkan bahwa 34,3 % responden berharap tokoh politik ataupun pemerintah pusat dan daerah saling bekerja sama secara selaras dalam mengatasi dampak multidimensi akibat pandemi Covid-19, bukannya malah membuat bingung masyarakat Hasil survei juga menunjukkan, sebanyak 20,6 % responden berharap tokoh politik ataupun pemerintah pusat dan daerah turun ke masyarkat langsung untuk berdialog dengan masyarakat. Lalu, sebanyak 45,1 % responden meminta tokoh politik ataupun pemerintah pusat dan daerah menjaga ketenangan dan stabilitas kondisi negara. Hal ini membuktikan kalau mayoritas masyrakat menolak kegaduhan politik nasional disaat pandemik covid 19 .
  3. Hasil Survei elektabilitas parpol dengan pertanyaan dari 9 partai politik yang ada di DPR RI mana yang sekiranya akan jadi pilihan masyarakat jika pemilu di gelar disaat pandemi covid Di survei  ini,ditemukan jawaban sebanyak 17,4persen menyatakan tidak tahu, rahasia, atau tidak memilih  Dari Partai Partai Beridentitas Islam , Partai Kebangkitan Bangsa memiliki elektabilitas yang tertinggi dan trennya meningkat dibandingkan hasil pemilu 2019  dari 9.69 persen menjadi 10,7 persen hal ini disebabkan ,sedangkan PAN mengalami penurunan yang signifikan akibat tergembosi dengan hekangnya Tokoh Sentral PAN, Amien Rais yang membentuk partai baru.

Sedangkan partai nasionalis yang mengalami penurunan adalah PDI Perjuangan dan Nasdem walaupun penurunan tingkat elektabilitas  masih dalam batas dibawah 1 persen, dan yang paling merosot tingkat keterpilihannya adalah Partai Gerindra akibat dari framing negative akibat kader inti Gerindra yang di kabinet terjerat oleh KPK, persepsi publik menyatakan bahwa Gerindra sudah punya stempel Partai yang paling korup diantara 9 Partai , hal ini membuat masyarakat kecewa karena Prabowo selalu mengklaim partainya bersih dari korupsi dan menyatakan tingkat korupsi sudah masuk stadium 4 tapi tidak bisa menjaga kader nya untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi.

Sementara ada kenaikan signifikan terkait tingkat keterpilihn Partai Golkar hingga 18,7 persen dibandingkan hasil pemilu 2019 yang disebabkan kekompakan kader kader Partai Golkar yang ada di eksekutive dan legislative baik dipusat maupun daerah dalam mendorong program program pemulihan ekonomi akibat dampak covid yang sudah memberikan perubahan menuju tren positive bagi kehidupan masyarakat .

Penurunan tingkat keterpilihan PDI Perjuangan yang hanya berkisar 0,13 persen , menandakan bahwa dampak tertangkapnya kader PDI Perjuangan oleh KPK dalam kasus korupsi Bansos tidak banyak memberikan dampak yang signifikan terhadap pilihan masyarakat terhadap PDI Perjuangan, juga disebabkan karena faktor Keberhasilan Jokowi dalam memimpin pemerintahan disaat pandemik memberikan dampak pada suara PDI Perjuangan.

Sementara tingkat keterpilihan Partai Demokrat mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan hasil pemilu 2019 sebesar 7,77 persen menjadi 5,4 persen karena persepsi pemilih /masyarakat menyatakan ada potensi konflik di internal Partai Demokrat yang akan bisa menyebabkan kepengurusan ganda jelang pemilu 2024, dan dianggap juga sebagai Partai yang paling gaduh disaat pandemik covid-19.

Berikut hasil Pilihan Masyarakat Terhadap Parpol jika pemilu digelar hari ini

Parpol Pilihan Masyarakat

 

PDIP 19,2%
GOLKAR 18,7 %
PKB 10,7%
Gerindra 8,6 %
Nasdem 8,5%
Demokrat 5,4%
PKS 4,7%
PPP 4,4%
PAN 2,4 %
Tidak tahu/rahasia/golput 17,4%

 

  1. Dalam dinamika peta politik nasional ada tiga kelompok kelompok Pro Jokowi, Kelompok Pro SBY dan Kelompok Prabowo

Ketika di simulasikan untuk mengukur tingkat elektoral ketiga tokoh tersebut, jika diandaikan SBY & Jokowi di perbolehkan maju kembali dalam pilpres 2024 serta Prabowo juga maju sebagai capres dan responden diberikan pertanyaan “Siapa dari ketiga tokoh ini yang akan di pilih jika ketiga tokoh ini ikut mencalonkan diri sebagai capres di 2024 ? Maka hasilnya

Jokowi dipilih sebanyak 42,3 persen, SBY 17,1 persen dan Prabowo Subianto sebanyak10 ,4 persen dan sebanyak 29,4 persen tidak memilih ketiga tiganya  atau tokoh lainnya.

Dari hasil ini nantinya bisa menjadi potret kekuatan elektoral bagi tokoh yang akan maju sebagai Capres di pilpres 2024 yang akan di endorse oleh Jokowi , SBY dan Prabowo.

Sedangkan jika Prabowo Subianto akan maju sebagai Capres hanya memiliki modal 10,4 persen tingkat elektoral saja.

Sehingga Prabowo harus bisa meyakinkan 29,4 persen suara yang masih mengambang tentu tidak mudah apalagi saat pandemi tidak banyak yang dilakukan Prabowo dan Gerindra untuk membantu masyarakat ,belum lagi kasus OTT Kadernya oleh KPK  yang sudah berdampak pada melorot elektabilitas partai Gerindra dan Prabowo sendiri , dan akan sedikit sekali suara pemilih Jokowi dan SBY akan bisa memberikan suara pada Prabowo

 

Sumber : Rilis Public Opinion Poll Syndicates ( POPS) 26 Feb 2021