Jakarta,Mediabengkulu.co – Kasus gagal ginjal akut pada anak-anak di Indonesia telah mencapai 241 kasus di 22 provinsi dengan angka kematian 133 anak atau mencapai 55 persen. Data tersebut merupakan jumlah kasus dan korban selama Januari-Oktober 2022.
Gagal ginjal akut pada anak ini diduga kuat karena terpaparnya zat kimia berbahaya, yaitu etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang seharusnya tidak ada atau dalam jumlah kecil pada komposisi obat-obatan sirop anak. Akibatnya selain imbauan untuk tidak menggunakan obat sirop anak, juga adanya tindakan operasi pada beberapa kota.
Sementara itu, Prof. Dr. C.A. Nidom, peneliti pada Professor Nidom Foundation (PNF), menyebutkan kemungkinan lain yang berkaitan dengan kasus gagal ginjal akut, yaitu adanya infeksi virus Covid-19 yang masih terjadi, meski tanpa menimbulkan gejala.
“Covid-19 bukan hanya menyebabkan infeksi organ pernapasan, pencernaan, dan jantung, tetapi juga kegagalan multiorgan pada tubuh, salah satunya pada organ ginjal,” ujarnya dalam keterangannya, Minggu 23 Oktober 2022.
Menurut Nidom, ada studi menarik yang dipublikasi tahun 2022, yang dilakukan di Iran dengan memantau 47 anak (umur lebih dari 2 bulan dan di bawah 18 tahun) yang positif Covid-19 untuk dievaluasi kondisi nefrologiknya (kondisi dan fungsi ginjal).
Gejala awal anak-anak tersebut menunjukkan gejala pernapasan yang berat, diarhea, demam yang tinggi. Untuk mengetahui konfirmasi Covid-19 digunakan RT-PCR dan foto X-ray paru.
Anak-anak yang terinfeksi Covid-19, menunjukkan 13 persen kadar urea nitrogen darah (BUN) sangat meningkat dan kemampuan filtrasi ginjal (GFR) sangat menurun sampai kurang dari 60ml/min/1.73, yang diderita oleh 66 persen anak yang positif Covid-19, dan beberapa penderita memerlukan hemodialisis.
Parameter lain yang bisa dilihat, peningkatan kadar BUN sebanyak 23 persen, kadar kreatinin sebanyak 27 persen, penurunan kadar natrium dan kalium masing-masing sebanyak 25 persen dan 10 persen, dan dari analisis urine sebanyak 27 persen dan adanya protein dalam urin 14 persen, glukosa 10 persen dan sel darah merah 17 persen.
Nidrom mengatakan banyak faktor yang bisa dipertimbangkan tentang kemungkinan infeksi Covid-19 menyebabkan gagal ginjal akut. Pelonggaran kondisi lingkungan (prokes) dalam mencegah Covid-19, pelonggaran tes Covid-19, serta munculnya varian-varian baru yang belum terdeteksi karakter klinis dan dinamika virus.
Selain itu, telah dibukanya fasilitas sekolah, kantor dan fasilitas umum, yang masih memungkinkan terjadainya penularan (terbawanya virus dari satu tempat ke tempat lain).
Vaksinasi Covid-19
Nidom juga mengatakan bahwa vaksinasi Covid-19 bisa menimbulkan risiko yang sama dengan infeksi langsung oleh virus Covid-19. “Meski belum semua formulasi vaksin yang telah diteliti terkait risiko timbulnya sindroma gangguan ginjal, tetap diperlukan kehati-hatian dan pertimbangan yang seksama,” ujarnya.
“Telah diteliti salah satu vaksin Covid-19 (vaksin molekular) yang diberikan pada anak 12-15 tahun, telah ditemukan dua kasus pada anak-anak tersebut gagal ginjal akut (AKI),” tambahnya.
Oleh karena itu, menurutnya, bila akan melakukan vaksinasi pada anak-anak, harus melalui rangkaian pengujian terhadap keamanan vaksin semua formulasi vaksin.
“Tidak hanya sekedar mengurangi dosis, atau pengujian pada tingkat uji klinis saja, tetapi harus dimulai uji awal yang meliputi uji pre-klinis 1 (toksisitas & kemanan), juga uji preklinis2 (uji tantang, dengan menggunakan anak monyet) dengan pengamatan yang butuh waktu lebih lama, untuk mengetahui efek vaksin pada gangguan organ-organ tubuh (fisiologis & mikroskpis),” ujarnya. (sumber tempo.co)