Tinjauan Yuridis Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara

Oleh: Alvito Alviano, Mahasiswa IAIN Bengkulu Prodi Hukum Tata Negara, NIM :1811150121

Kegiatan usaha pertambangandipergunakan untuk mengelola bahan galianyang ada di dalam bumi maupun dipermukanaan dikarenakan pertambanganmerupakan salah satu SDA yang sangat potensial dalam rangka peningkatan devisadalam hal pembangunan nasional.

Oleh sebabitu, industri pertambangan memberikan andilyang sangat besar dalam hal pertumbuhanperekonomian di Indonesia secara umum dandi daerah-daerah secara khusus dalam halpengelolaan usaha pertambangan.

Pertambangan yang ada di Indonesia yang sangat luas, sudah pasti menyebar diseluruh provinsi yang ada di Indonesia.Dengan jumlah pertambambangan yangmenyebar tersebut negara dan pemerintahdaerah harus pula mewaspadai bahwa jumlahkandungan alam pasti memiliki ukuran yangterbatas dimulai dari permukaan tanahsampai dengan kedalaman tertentu.

Dalamhal tersebut berkaitan pula tentangpemberian izin usaha. Pada era otonomidaerah seperti saat ini pertanggung jawabanoleh kepala daerah langsung kepada Presidenmelalui Kementerian Dalam Negeri(Kemendagri).

Dalam perkembangannya, landasan hukum yang ada, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan peraturan pelaksanaannya belum dapat menjawab permasalahan serta kondisi aktual dalam pelaksanaan pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara, termasuk permasalahan lintas sektoral antara sektor Pertambangan dan sektor nonpertambangan.

Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020tentang Pertambangan Mineral dan Batubara untuk memberikan kepastian hukum dalam kegiatan pengelolaan dan pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara bagi pelaku usaha di bidang Mineral dan Batubara.

Dalam Undang-Undang ini juga dilakukan pengaturan kembali terkait kebijakan peningkatan nilai tambah Mineral dan Batubara, divestasi saham, pembinaan dan pengawasan, penggunaan lahan, data dan informasi, Pemberdayaan Masyarakat, dan kelanjutan operasi bagi pemegang KK atau PKP2B.

Aspek perizinan menjadi salah satu yang berubah secara signifikan dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang pertambangan minerba, mulai dari kewenangan pengelolaan yang sebagian besar ditarik ke pusat, hingga jaminan terhadap penerbitan izin usaha pertambangan dan pemanfaatan ruang yang secara eksplisit semakin diperkuat.

Perjalanan pemerintahan daerah diIndonesia memiliki tujuan yang hendak dicapai seperti  meningkatkan kemampuandaya saing kompetisi daerah berkaitandengan pertumbuhan dan melakukanpelayanan terhadap masyarakat.

Jika dikaitkan dengan Pasal 8 UU Minerbakewenangan dalam pemberian izin pertambangan oleh rakyat untuk jenisbatubara, mineral logam, mineral bukanlogam dan batuan dalam wilayahpertambangan rakyat merupakan kewenanganyangdimiliki oleh kabupaten/kota.

Dengan berlakunya UUPemda seharusnya pemerintah kabupaten/kota tidak boleh lagi mengeluarkan izin yang sifatnya baru, baikberupa pertambangan air di bawah tanah danizin-izin lainnya yang berkaitan denganpetambangan.

Perkembangan kegiatan petambanganyang terjadi di Indonesia memberikandampak yang sangat besar terhadap kegiatanpertambangan, dengan adanya kewenanganterhadap kegiatan pertambangan memilikitujuan agar pengelolaan kegiatanpertambangan tidak terpusat dan dapatmeningkatkan perekonomian dan meningkatkan PAD.

Dengan semakin kuatnyaperekonomian nasional serta meningkatnyakemampuan sumber daya manusia untukmengembangkan kegiatan usaha pertambangan maka tuntutan terhadapsebuah perubahan kebijakan pengaturankegiatan pertambangan telah menjadi agendautama selama proses reformasi di bidangekonomi dan hukum yang disertai dengangerakan otonomi daerah untuk memberikanperanan yang lebih besar pada daerah saatitu.

Dalam UU Minerba yang baru, Pemerintah dan DPR telah menyepakati tentang Wilayah Hukum Pertambangan yang menyatakan bahwa wilayah pertambangan baik didarat, dilaut, dan di tuang bumi sebagai bagian dari wilayah hukum pertambangan.

Hal ini menjadi landasan bagi penetapan kegiatan usaha pertambangan. Semua wilayah indonesia selama ada ketersedian mineral dan batubara yang bernilai ekonomis untuk di tambang maka dapat diusahakan penguasaannya karena masuk dalam wilayah hukum pertambangan.

Meskipun semua penguasaan minerba di pegang oleh pemerintah pusat, tetapi pemerintah daerah tetap memiliki kewenangan untuk menentukan wilayah pertambangan sebagai bagian dari tata ruang nasional. Pada pasal 9 UU Minerba yang baru di jelaskan bahwa wilayah pertambangan di tetapkan oleh Pemerintah Pusat “setelah ditentukan” oleh Pemerintah Provinsi.