Seluma, mediabengkulu.co – Setelah mantan Bupati Seluma, Murman Efendi mengajukan permohonan penangguhan penahanan ke Kejaksaan Negeri Seluma karena mengalami sakit gula darah.
Sekarang mantan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Seluma, Djasran Harhab juga turut mengajukan permohonan penangguhan penahanan ke Kejaksaan Negeri Seluma.
Kepala Kejaksaan Negeri Seluma, Eka nugraha, mengatakan permohonan penangguhan penahanan terhadap tersangka Djasran Harhap dengan alasan tersangka saat ini mengalami sakit jantung.
“Jumat kemarin pihak keluarga tersangka mengajukan permohonan penangguhan penahanan, dengan alasan sakit jantung dan perlu dilakukan pengobatan secara rutin,” kata Eka nugraha, Selasa (22/10).
Sama halnya dengan permohonan penangguhan penahanan tersangka Murman Efendi, pihak Kejari Seluma akan mempertimbangkan terlebih dahulu sesuai dengan prosedur.
“Tentunya akan kita kaji dulu, baik itu alasan karena sakit atau apa, itu akan dikaji oleh temen-temen penyidik yang melakukan penahanan,” terang Eka Nugraha.
Dikabarkan sebelumnya, Kejaksaan Negeri Seluma menetapkan empat orang tersangka perkara tindak pidana korupsi tukar guling aset milik Pemerintah Kabupaten Seluma berupa tanah di Kelurahan Sembayat tahun 2008.
Keempat tersangka tersebut yaitu Murman Effendi mantan Bupati Seluma periode 2005-2010, Mulkan Tajuddin mantan Sekretaris Daerah Seluma periode 2003-2011.
Rosnaini Abidin mantan Ketua DPRD Kabupaten Seluma periode 2004-2009 dan Djasran Harhab mantan Kepala ATR/BPN Kabupaten Seluma periode 2006-2012.
Kepala Kejaksaan Negeri Seluma, Eka Nugraha, mengatakan kasus ini bermula saat Pemerintah Kabupaten Seluma pada tahun 2007 melakukan pembebasan lahan di Kelurahan Sembayat yang rencananya akan dipergunakan untuk pabrik semen.
Kemudian pada tahun 2008 pembangunan pabrik semen tidak jadi dilaksanakan, selanjutnya atas inisiatif Murman Effendi yang pada satu itu selaku Bupati Seluma untuk dilakukan perjanjian tukar menukar tanah.
Yakni tanah milik Pemerintah Kabupaten Seluma yang berlokasi di Kelurahan Sembayat dengan tanah pribadi milik Murman Effendi yang berlokasi di areal perkantoran Pematang Aur seluas 74 hektare.
“Dengan pernyataan 19 hektare akan ditukarkan kepada Pemerintah Kabupaten Seluma dan sisanya 55 hektare akan dibebaskan oleh Pemerintah Kabupaten Seluma,” ucap Eka Nugraha, dalam press release, Senin (14/10).
Kemudian pada tanggal 22 Desember 2008 terjadi kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Seluma dengan Murman Efendi selaku Bupati Seluma perihal tukar menukar tanah seluas 19 hektare.
Berdasarkan surat keputusan Bupati Seluma nomor 555 tahun 2008 tentang pelepasan hak atas tanah milik Pemerintah Kabupaten Seluma kepada Murman Efendi selaku perseorangan dan persetujuan Ketua DPRD Kabupaten Seluma, Rosnaini Abidin.
Namun diduga titik lokasi tanah milik Murman Efendi tidak jelas keberadaanya, berdasarkan hal tersebut telah terjadi konflik kepentingan dalam perbuatan hukum antara Murman Efendi selaku bupati dan Murman Efendi selaku perorangan.
Serta diduga proses tukar guling tanah tersebut cacat prosedur atau tidak melalui proses pengusulan dan kajian dari tim pelaksana tukar menukar tanah yang di tunjuk oleh Bupati Seluma berdasarkan persetujuan DPRD secara kelembagaan.
“Sehingga bertentangan dengan pasal 46 ayat 2 peraturan pemerintah nomor 6 tahun 2006 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah,” ungkap Eka Nugraha.
Sekretaris Daerah yang dijabat oleh Mulkan Tajuddin dan Djasran Harhab selaku Kepala Kantor Pertanahan saat itu termasuk dalam tim pelaksana tukar menukar barang negara/daerah.
Berdasarkan surat keputusan Bupati Seluma nomor 489 tahun 2008 tanggal 16 Oktober 2008 tentang pembentukan tim pelaksana tukar menukar barang milik Pemerintah Kabupaten Seluma dengan jabatan penanggungjawab.
“Hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara oleh Kantor Akuntan Publik, sebesar Rp 19.557.175.697 yang berasal dari barang negara/daerah berupa tanah yang berkurang seluas 199.681 M² yang disebabkan adanya kegiatan tukar guling,” kata Eka Nugraha.
Dimana tanah pengganti senyatanya tidak ada karena tanah pengganti tersebut merupakan tanah milik Pemerintah Kabupaten Seluma sendiri, yang sudah pernah dibebaskan oleh Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan yang merupakan Kabupaten induk pada tahun 2003.
Selanjutnya pada tahun 2004 diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Seluma sebagai Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan.
Pasal yang disangkakan para tersangka, yaitu Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 (1), (2) dan (3) Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999.
Sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999.
Tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP atau kedua Pasal 12 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Laporan: Alsoni Mukhtiar // Editor: Sony