Sultan: Demokrasi Indonesia Unik

Bahas Demokrasi Indonesia Bersama Guru Besar Hukum Konstitusi Universitas Melbourne, Sabtu Sabtu (29/07/2023). (foto : dok/Humas DPD RI)

mediabengkulu.co – Demokrasi Indonesia oleh beberapa lembaga dunia masih mengalami kebuntuan dan stagnansi, pasca reformasi.

Pasang surut indeks demokrasi ini tidak terlepas dari dinamika politik dan sistem ketatanegaraan Indonesia yang cenderung tidak seimbang.

Hal ini terkonfirmasi oleh laporan terbaru Economist Intelligence Unit (EIU), bahwa indeks demokrasi Indonesia meraih skor 6,71 pada tahun 2022.

Skor tersebut sama dengan nilai yang diperoleh Indonesia pada Indeks Demokrasi 2021 dan masih tergolong sebagai demokrasi cacat (flawed democracy).

Meski nilai indeks tetap, ranking Indonesia di tingkat global menurun dari 52 menjadi 54.

Fenomena Kecacatan demokrasi Indonesia ini menjadi topik utama public lecture dan diskusi intensif antara rombongan Dewan Perwakilan Daerah (DDP) RI di Universitas Melbourne Australia pada hari Kamis yang lalu.

Wakil ketua DPD RI Sultan B Najamudin menyampaikan, kecenderungan pada pembangunan ekonomi, mendorong Pemerintah menciptakan stabilitas sosial politik yang rentan membonsai demokrasi.

“Sistem politik multi partai dan presidensialisme justru menjadi beban tersendiri bagi demokrasi akibat ketidakseimbangan bangunan ketatanegaraan Indonesia,” ujar Sultan, Sabtu (29/07/2023).

Meskipun secara sosial politik, Sultan mengatakan, anomali demokrasi Indonesia justru menjadi kekhasan dan keunikan dalam wawasan demokrasi dunia.

Bahwa setiap negara memiliki latar peristiwa sejarah dan sosial budaya berbeda yang berdampak pada praktek dalam berdemokrasinya saat ini.

“Harus diakui sejak awal kemerdekaan, banyak rezim mengabaikan nilai budaya politik yang demokratis dan kebebasan sipil di Indonesia. Partai politik yang berperan sebagai pilar demokrasi justru hanya diposisikan seperti lembaga profit yang mencari keuntungan secara ekonomi politik”, sambung dia.

Turut hadir dalam Public lecture tersebut mantan ketua Mahkamah Konstitusi Professor Jimly Assidiqie, Professor Tim Lindsey, Professor Deny dan Professor Vedi Hadits dari Melbourne University. Adapun dari pihak Konsulat Jenderal RI di Melbourne Bapak Kuncoro.

Sultan menambahkan, Prof. Lindsey sebagai Ahli konstitusi Melbourne University sudah menyampaikan kesediaannya berkunjung ke Indonesia untuk menyampaikan pandangannya tentang demokrasi dan sistem ketatanegaraan bersama DPD RI.

Dalam rangka mencari formula ketatanegaraan yang tepat agar lembaga DPD RI semakin makin kuat dan bermanfaat bagi rakyat. (mb)