Satu Ekor Gajah Sumatera Ditemukan Mati di Seblat

Satu Ekor Gajah Sumatera (Elephas Maximuw Sumatranud) ditemukan mati di Seblat, Minggu (31/12/2023) yang lalu. (foto : dok)

Bengkulu, mediabengkulu.co – Satu Ekor Gajah Sumatera (Elephas Maximuw Sumatranud) liar yang berjenis kelamin betina merupakan indukkan dewasa berumur 20 tahun di temukan mati pada 31 Desember 2023 lalu sekitar pukul 11.47 WIB.

Gajah ditemukan dengan posisi tertelungkup di sekitar koordinat 2°50’2.09″S – 101°39’31.07″E tak jauh dari jalan logging dan lokasi berada di dalam mawan Hutan Produksi Terbatas Air Ipuh dan 1 register 65 sekitar 3,5 kilometer dari batas Taman Nasional Kerinci Seblat yang ada di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu.

Perlu dicermati, bahwa kawasan hutan negara yang menjadi habitat gajah ini telah dibebani Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) atas nama PT Bentara Arga Timber (BAT).

Melalui Surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor  SK.529 tahun 2021 dengan luas konsesi  22.020 hektar. Jenis usaha pemanfaatan hutan untuk kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam.

Secara spesifik dari total luasan konsesi PT BAT, wilayah yang masih dapat disebut hutan hanya 13.968,50 hektar, sisanya sudah habis dikonversi menjadi belukar dan kebun sawit.

Konsorsium Bentang Alam Seblat mencatat setidaknya ada 3.485,16 hektar telah berubah menjadi semak belukar dan ada ratusan titik sebaran kebun sawit dengan total luas lebih dari 4.566,34  hektar dalam konsesi yang pada tahun 2021 lalu juga ditemukan bangkai gajah.

Berdasarkan analisis Konsorsium Bentang Alam Seblat (KBS) periode 2023, dari 80.978 hektare total luas kawasan Bentang Alam Seblat, tutupan hutannya hanya sebesar 49,7 ribu hektar (61,5%), dan sisanya 31,1 ribu hektar (38,5%) tidak berhutan.

Direktur Eksekutif Genesis Egi Saputra menyebutkan, bahwa wilayah gajah mati yang hilang caling tersebut berada di areal  RKT (Rencana Kerja Tahunan) PT BAT.

Gajah tersebut diperkirakan terdesak akibat maraknya perambahan dan penebangan. Hal ini dibuktikan dengan  lokasi temuan gajah mati tersebut tidak berada di jalur konektivitas.

Sementara Ketua Kanopi Hijau Indonesia sekaligus Penanggungjawab Konsorsium Bentang Seblat Ali Akbar menyatakan, kondisi tutupan lahan di Bentang Alam Seblat ini menunjukkan tidak seriusnya pemerintah dan pihak perusahaan dalam mengamankan kawasan hutan.

“Hal  itu dibuktikan dengan tingginya aktivitas perambahan dan penguasaan hutan di Bentang Alam Seblat,” sampai Ali.

Di Bentang Alam Seblat, lahan tak berhutan itu didominasi oleh perkebunan sawit seluas 15 ribu hektare (48,1%), kemudian semak belukar 7,9 ribu hektar (25,6%), perkebunan perusahaan 5,4 ribu hektar (17,5%), dan lahan terbuka 2 ribu hektare (6,6%).

“Dilihat dari data analisis periode 2020-2023,  tutupan hutan Bentang Alam Seblat telah hilang seluas 8,8 ribu hekare”.

“Tutupan lahan sekunder menjadi yang paling besar, seluas 8,8 ribu hektar. Di mana 5,6 ribu hektar (64,5%) dirambah menjadi lahan pertanian sawit,” kata Ali, Sabtu (6/1/2024).

Atas kejadian ini, KBS menyatakan bahwa negara harus membuka informasi secara lengkap atas kondisi hutan dan segera melakukan penindakan terhadap kejahatan satwa gajah.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus melakukan tindakan untuk memastikan tidak terjadi lagi kematian gajah non alami, apalagi kematian gajah yang sekarang terindikasi dibunuh.

Pada tengkorak bangkai gajah terdapat lubang, diduga akibat tembakan peluru senjata api.

Lubang sebesar kurang lebih 1,5 cm itu tembus dari bagian bawah rahang sampai ke os frontalis (tengkorak bagian depan atau dahi). (Nur)

Sumber : Kanopi Hijau