Revisi UU Minerba Dinilai Memangkas Kewenangan Daerah dan Merugikan Masyarakat

Anggota DPD RI, Penrad Siagian. (foto: istimewa)

Jakarta, mediabengkulu.co – Anggota DPD RI, Penrad Siagian, menyampaikan kritik keras terhadap langkah DPR RI yang dinilai memaksakan pengesahan revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara.

Penrad menegaskan bahwa proses revisi UU Minerba ini sejak awal tidak masuk dalam program legislasi nasional prioritas 2025, namun dipaksakan dan prosesnya dilakukan secara terburu-buru.

“Benar dugaan saya bahwa revisi ini dipaksakan. Revisi UU Minerba ini sejak awal tidak masuk Prolegnas prioritas 2025, tapi dipaksakan dan prosesnya dikebut,” ujar Penrad dalam, Rabu (19/2).

Penrad mengingatkan bahwa proses pengesahan UU Minerba pada tahun 2020 juga dinilai cacat prosedur karena tidak melibatkan masukan dari masyarakat sipil, sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Menurutnya, DPD RI seharusnya tidak ikut mendukung kesalahan prosedural dalam pembuatan undang-undang.

“Seperti sewaktu penetapan UU ini disahkan tahun 2020, tidak melibatkan masukan dari masyarakat sipil sebagaimana prosedur pembuatan atau revisi UU yang diatur dalam undang-undang. Kini DPD ikut mendukung kesalahan prosedural pembuatan UU,” tegasnya.

Alih-alih revisi ini memperbaiki pasal-pasal bermasalah pada UU Minerba, seperti memangkas kewenangan daerah, memberikan kemudahan bagi oligarki, dan menjadi jalan bagi perampasan tanah-tanah rakyat.

Roses revisi ini malah menambah pasal-pasal yang menuai protes dari berbagai kalangan termasuk masyarakat sipil karena substansi yang diubah.

Substansi yang diubah antara lain mengenai sistem perijinan yang terintegrasi secara elektronik dan dikelola pemerintah pusat.

Hal ini benar-benar memangkas kewenangan daerah dan kewenangan dari wilayah terkecil yaitu pemerintahan desa, sementara mereka yang akan menerima dampak negatif pertama.

“Bagi masyarakat sipil sangat memprihatinkan karena ada relasi kuasa. Tentu Ormas dan koperasi besar yang akan mendapatkan hak kelola tambang, dan siapa di belakang Ormas dan koperasi besar tersebut?” tanya Penrad.

Penrad juga memperingatkan dampak negatif yang akan timbul dari revisi ini, tidak hanya pada lingkungan tetapi juga pada ranah politik, termasuk Ormas keagamaan.

“Dampak dan efek tidak hanya lingkungan tapi juga sosio-politik akan sampai ke ranah Ormas, termasuk Ormas keagamaan,” ujarnya.

Pandangannya, revisi UU Minerba ini justru memperkuat ekstraktivisme dan oligarki. Revisi ini tidak menyentuh masalah mendasar yang seharusnya diperbaiki, melainkan justru menjadi karpet merah bagi oligarki dan korporasi.

Daerah dalam hal ini pemerintah desa, masyarakat akar rumput hanya akan jadi penonton dan penerima dampak negatif dari industri ekstraktif ke depan.

“Ekstraktivisme masih menjadi instrumen utama bagi negara melalui revisi ini. Alih-alih melakukan revisi sehingga UU Minerba yang adalah karpet merah bagi oligarki korporasi, revisi ini tidak menyentuh hal-hal tersebut,” tegasnya.

Kritik dari Penrad Siagian ini menambah daftar panjang penolakan terhadap revisi UU Minerba yang dinilai tidak transparan dan mengabaikan kepentingan masyarakat luas.

Sumber: DPD RI