Bengkulu, – Tidak hanya Implementasi GPY, Beberapa Pejabat Eselon III dan IV lalai terhadap anak asuhnya, program Gerakan Peduli Yatim (GPY) yang digagas Walikota Bengkulu Helmi Hasan dan Wakil Walikota Dedy Wahyudi tampaknya juga mengalami kekendoran dibeberapa pejabat eselon III dan eselon IV yang telah diamanahkan mengangkat anak yatim kurang mampu untuk menjadi anak asuhnya.
Padahal setelah dilaunching, Helmi Hasan dan Dedy Wahyudi berpesan agar program GPY terus dilakukan dan dijalankan sebagaimana mestinya supaya para anak yatim di Kota Bengkulu mendapat kehidupan yang layak dan kebahagiaan seperti anak lainnya.
Bahkan, Helmi dan Dedy mengatakan bahwa program GPY ialah sebagai aksi moral ajakan kepada semua untuk lebih peduli kepada anak yatim yang tercantum di hadits dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu ‘anhu yang mengatakan apabila seseorang yang menyantuni anak yatim di dunia, maka ia akan menempati kedudukan yang tinggi di surga dekat dengan kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Walaupun sudah begitu, masih saja yang lalai akan amanahnya.
Hasil dari investigasi tim Media Center, Jumat (26/03), beberapa pejabat eselon III dan IV lalai dengan anak asuhnya bahkan ada yang tidak tepat sasaran (tidak sesuai kriteria yang ditentukan).
Seperti yang terjadi kepada salah satu anak yatim bernama Rivelino Al Fajri, berdomisili di jalan Semangka RT 14, RW 05, Kelurahan Panorama. Pihak keluarganya mengaku bahwa orangtua asuh dari Rivelino tidak ada menyantuninya lagi dan juga tidak ada kabar.
“Ya sudah lama, mungkin sekitar satu tahun ga ada ke sini. Kalau baru-baru bapaknya ninggal kemarin, ada 2 kali bapak itu ke sini menyantuni cucu saya,” sampai Nurhaswa selaku nenek Rivelino.
Dirinya pun mengaku banyak tanggungan yang harus dipenuhi oleh ibu Rivelino untuk keberlangsungan hidup anak-anaknya yang masih kecil.
“Boleh dilihat sendiri nak kondisi kami, rumah saja masih kredit, keperluan cucu juga banyak dari biaya sekolah hingga yang lainnya. Sebagai nenek saya kasihan dengan kondisi ibu Rivelino yang harus berjuang sendiri, apa lagi dimasa pandemi seperi ini semua serba susah sementara kami harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya,” tutur Nurhaswa dengan mata berkaca-kaca.
Lebih mirisnya, Rivelino saat ini sedang sakit sudah 3 hari dan ini menambah kesedihan sang nenek saat diwawancara oleh tim.
Berbeda dengan Rivelino, anak asuh atas nama Syakirah Faiha Azzhara dan Rhadiyah Aliyah Latifah yang tinggal di jalan Mahakam 5, RT 19, RW 03, setelah ditelusuri ternyata orangtuanya mampu dan bisa dibilang tidak layak mendapat santunan dari program GPY.
Ini disampaikan langsung oleh Ketua RT 19 Suryatna. Ia mengaku orangtua dari dua anak tersebut mampu dalam segi finansial.
“Betul itu warga saya, mereka bisa dibilang mampu sih, karena pekerjaan almarhum bapaknya dulu sebagai pegawai Bank di salah satu kabupaten, sedangkan ibunya juga pegawai Bank. Kalau dilihat dari segi finansial tentu mereka mampu, apalagi suami baru ibunya memiliki usaha sendiri,” jelas Suryatna.
Dirinya mengaku bahwa orangtua asuh tidak ada koordinasi dengan pihak RT, bahkan ia tidak tahu kalau keduanya terdaftar diprogram GPY.
“Tidak ada koordinasi, saya pun baru tau kalau kedua anak itu terdaftar diprogram GPY. Kalau saya pribadi tidak layak mereka mendapatkan santunan ini, karena masih banyak yang lebih membutuhkan, masih banyak orang tidak mampu yang butuh uluran tangan pemerintah,” tuturnya.
Melihat kondisi ini, Suryatna berharap program GPY dapat tepat sasaran agar anak-anak yatim di Kota Bengkulu bisa merasakan kebahagiaan sesuai visi-misi Walikota dan Wakil Walikota untuk mewujudkan Kota Bengkulu religius dan bahagia. (Mc)