banner 1000x250
Kolom  

Menjadi Penggiat Media Sosial Itu Hanya Main-Main Tapi Kalau Melanggar Hukum Masuk Penjaranya Beneran

Dr. Ir. H. Herawansyah, S.Ars., M.Sc., MT, IA *)

Dirangkum Oleh :
Dr. Ir. H. Herawansyah, S.Ars., M.Sc., MT, IAI. *)

MediaBengkulu.co –Menjadi penggiat di media sosial itu sungguh mengasikkan, saking mengasikkannya kita akan lupa dalam wilayah mana kita akhirnya terpapar. Saking asiknya bermain facebook, whatsapps, telegram dan instagram akhirnya ada hak hukum orang lain yang terlanggar sehingga kita menjadi melanggar hukum yang tentunya akan dikenakan sanksi hukum dan menjalani sanksi pidana dalam ruang yang sangat gelap lebih gelap dari kena wabah Covid-19.

Mengapa saya katakan begitu, karena kalau kena wabah Covid-19 kita tidak akan berlama-lama mengalami penderitaan, akhirnya kita meregang nyawa dan innalillahi wainnailaihi rojiun, sedang kalau melanggar UUITE, ancamannya cukup lama membuat masa muda hilang, masa tua pun lari tunggang langgang.

Segala kegiatan yang dilakukan melalui media sosial termasuk memberi komentar yang berisi kejahatan merupakan tindak pidana. Seseorang berkomentar yang berisi kejahatan dapat dijerat dengan KUHP maupun UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana yang telah diubah oleh UU No. 19 Tahun 2016. Pelaku dapat dihukum apabila memenuhi semua unsur pidana dan telah melalui proses peradilan pidana tentunya.

Sebagai bahan masukan bagi penggiat sosial media (terutama para pemuda yang darahnya masih menggelegar panas sehingga susah untuk dinasehati “tengkar” dan biasanya cengeng kalau terkena jeratan pidana), ada 5 kegiatan di medis sosial yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana :

1. Menghina Pemerintah atau Badan Umum

Jika komentar tersebut berisi kalimat yang ditujukan untuk menghina pemerintah atau badan umum, dapat dikenakan pasal-pasal berikut ini : Pasal 207 KUHP: “Barang siapa dengan sengaja dimuka umum, dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan yang ada di Negara Indonesia atau sesuatu majelis umum yang ada di sana, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500.000.”

Menurut SR. Sianturi, yang menjadi korban penghinaan bukanlah pribadi perseorangan ataupun seorang pegawai dari lembaga/badan tersebut. Melainkan suatu lembaga penguasa seperti lembaga pemerintahan provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan suatu badan umum seperti Majelis Ulama Indonesia, Persekutuan Gereja Indonesia, dan sebagainya yang pada dasarnya bertugas untuk kepentingan umum. Lembaga/badan tersebut juga dipersonifikasikan kepada kepala pimpinannya. Misalnya, penghinaan kepada Gubernur/Bupati/Walikota di provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan juga dapat ditindak dengan pasal ini.

Jika penghinaan tersebut ditujukan kepada seorang pegawai negeri yang sedang menjalankan tugas yang sah maka dapat dikenakan Pasal 316 KUHP. Pasal 208 KUHP : “Barang siapa menyiapkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan atau gambar yang isinya penghinaan bagi sesuatu kekuasaan yang ada di Negara Indonesia atau bagi sesuatu mejelis umum yang ada di sana, dengan niat supaya isi yang menghina itu diketahui oleh orang banyak atau lebih diketahui oleh orang banyak, di hukum penjara paling lama 4 bulan atau denda sebanyak Rp 4.500.000” Pasal ini merupakan delik penyebaran dari kejahatan sebagaimana pada Pasal 207 KUHP.

2. Menghina atau Mencemari Nama Baik Orang Lain

Komentar menghina seringkali menyerang fisik, penampilan atau keadaan seseorang. Komentar yang demikian tentunya dapat dilihat oleh seluruh pengguna media sosial sehingga juga dapat mencemari nama baik yang bersangkutan. Perbuatan yang dilarang Pasal 27 ayat (3) UU ITE berbunyi sebagai berikut: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Perbuatan tersebut diancam pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak 750 juta Rupiah. Pasal ini mengacu pada ketentuan penghinaan atau pencemaran nama baik yang diatur Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP dan merupakan delik aduan, sehingga untuk dapat ditindak perlu adanya aduan/laporan dari yang mengalami penghinaan.

3. Mengancam Orang Lain

Komentar bernada ancaman merupakan perbuatan yang dilarang Pasal 29 UU ITE, bunyi pasalnya sebagai berikut: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.” Perbuatan tersebut diancam pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.

4. Menyinggung SARA

Komentar menyinggung SARA yang dimaksud adalah seperti yang dilarang oleh Pasal 28 ayat (2) UU ITE: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).” Perbuatan tersebut diancam pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak 1 Miliar Rupiah.

Tidak sedikit masyarakat yang menggunakan media sosial namun belum menyadari hal yang dilakukan bisa menimbulkan konsekuensi hukum. Maka, bijaklah bersosial media, sebelum menjadi bumerang bagi Anda.

5. Ancaman Hukuman Dalam Kondisi Wabah Covid-19

Untuk menangani wabah Covid-19, penegakan hukum menjadi salah satu langkah yang dipilih pemerintah. Aparat kepolisian pun dikerahkan dalam mengatasi wabah Covid-19 di Tanah Air. Secara garis besar, polisi bertugas dalam membubarkan kerumunan massa, menangani penyebar berita bohong atau hoaks, serta penimbun bahan pokok.

Untuk menegakkan hukum agar penyebaran wabah Covid-19, Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis telah memberikan sejumlah arahan kepada jajarannya dalam penanganan wabah Covid-19 tersebut, Polisi juga menyiapkan ancaman pidana bagi mereka yang melanggar Maklumat Kapolri.

Kapolri Jenderal Drs. Idham Aziz, M.Si mengeluarkan Maklumat Kapolri Nomor Mak/2/III/2020 tanggal 19 Maret 2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19). Melalui maklumat, Kapolri meminta masyarakat tidak berkerumun. “Tidak mengadakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang menyebabkan berkumpulnya massa dalam jumlah banyak, baik di tempat umum maupun di lingkungan sendiri.”

Kapolri juga meminta masyarakat tidak menyebarkan berita bohong atau hoaks. Idham Aziz meminta anak buahnya menindak dengan tegas bila ada yang melanggar maklumat tersebut.

Bengkulu, 12 April 2020 Jam 00.52 WIB
*) Expert in Political Science, Political Communication and Social Media