Lima Kesalahan Bahasa Indonesia  yang Sering Dilakukan oleh Pewara

Zainal Arifin Nugraha, S.S. (foto:dok)

Mediabengkulu.co –  Zainal Arifin Nugraha, S.S. lahir di Subang, 7 Juli 1991. Lulusan S-1 Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia dari Universitas Pendidikan Indonesia ini bekerja sebagai Pengkaji Bahasa dan Sastra di Kantor Bahasa Provinsi Bengkulu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sejak tahun 2019.

Sebelum bergabung dengan Kantor Bahasa Provinsi Bengkulu, penulis pernah menjadi Penggiat Budaya di Ditjen Kebudayaan pada tahun 2017—2019. Untuk berkomunikasi lebih lanjut, penulis dapat dihubungi melalui pos-el di zainal.nugraha@kemdikbud.go.id.

Pewara atau pembawa acara memiliki tugas untuk memandu acara dengan baik agar tercipta suasana yang nyaman dan profesional. Pembawa acara memainkan peran penting dalam menjaga keteraturan lini masa acara. Ketika memandu sebuah acara, seorang pewara harus mempunyai keterampilan dan keluwesan dalam berbahasa. Seorang pewara juga harus dapat menyesuaikan diri dengan konsep acara yang akan dipandu. Salah satunya adalah ketika memandu acara formal. Selain memahami rangkaian acara secara keseluruhan, pewara juga setidaknya harus mengenal tata bahasa Indonesia yang baik dan benar. Namun, masih banyak kesalahan berbahasa Indonesia yang sering dilakukan oleh pewara ketika memandu acara formal. Berikut adalah lima kesalahan berbahasa Indonesia yang sering dilakukan oleh pewara ketika memandu acara formal.

1.         Penggunaan kata “kepada” untuk mempersilakan pembicara.

Salah satu kesalahan berbahasa Indonesia yang sering dilakukan oleh pewara dalam memandu acara formal adalah menggunakan kata “kepada” ketika mempersilakan pembicara untuk memberi sambutan. Contohnya, “Kepada Gubernur Lampung yang terhormat, kami persilakan untuk memberikan sambutan”. Seharusnya, kata “kepada” tidak perlu digunakan dalam kalimat tersebut karena jika digunakan, kalimat tersebut menjadi tidak bersubjek. Kalimat yang tepat adalah “Gubernur Provinsi Bengkulu yang terhormat, kami persilakan untuk memberikan sambutan”.

2.         Penggunaan frasa “waktu dan tempat kami persilakan”.

Kesalahan berbahasa selanjutnya adalah menggunakan frasa “waktu dan tempat kami persilakan”. Kalimat tersebut menjadi tidak logis karena kita tidak bisa mempersilakan waktu dan tempat untuk berbicara atau berpidato dalam sebuah acara.

3.         Penggunaan frasa “Para hadirin”.

Kesalahan ketiga adalah menggunakan frasa “para hadirin” sebagai sapaan awal ketika memulai acara formal. Frasa ini memang sering digunakan sebagai sapaan umum dalam acara formal, namun penggunaannya sebaiknya dihindari karena frasa tersebut lewah atau mubazir. Kata “hadirin” sendiri dalam KBBI memiliki arti “semua orang yang hadir”, jadi sudah tidak membutuhkan kata “para” lagi di depannya.

4.         Penggunaan frasa “untuk menyingkat waktu” untuk mengefektifkan durasi acara.

Kesalahan bahasa Indonesia keempat adalah menggunakan frasa “untuk menghemat waktu” untuk mengefektifkan durasi acara. Frasa ini sebaiknya dihindari karena logikanya waktu tidak dapat disingkat atau dipercepat. Alih-alih mengatakan “menyingkat waktu” kita dapat mengatakan “menghemat waktu” atau “mengefektifkan waktu”.

5.         Penggunaan kata “haturkan” untuk mengucapkan terima kasih.

Kesalahan bahasa Indonesia yang terakhir adalah menggunakan kata “haturkan” untuk mengucapkan terima kasih. Kata “haturkan” sebaiknya dihindari karena belum masuk KBBI. Hal ini terjadi karena adanya campur kode antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah. Alih-alih mengatakan “haturkan”, seorang pewara sebaiknya mengatakan “ucapkan” atau “sampaikan”. Contohnya, “Saya ucapkan terima kasih atas kehadiran Bapak/Ibu sekalian”.

Demikian lima kesalahan penggunaan bahasa Indonesia yang sering dilakukan oleh pewara ketika memandu acara formal. Dengan memperbaiki penggunaan bahasa, seorang pewara dapat menciptakan suasana yang nyaman dan profesional dalam memandu sebuah acara, serta meningkatkan kesan positif terhadap acara yang dipandu dan ikut memartabatkan bahasa Indonesia. (red)