Menurut Thomas Dye Kebijakan pemerintah adalah “ is whaterver governments choose to do or not to do” yang artinya apa pun juga yang dipilih pemerintah, apakah mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu. Dapat pula diklasifikasikan sebagai keputusan dimana pemerintah mempunyai wewenang untuk menggunakan keputusan otoritatif, termasuk keputusan untuk membiarkan sesuatu terjadi, demi teratasinya suatu persoalan publik.
Hari ini persoalan publik yang menjadi agenda untuk segera dibuatkan keputusan segera agar tidak terlambat untuk diatasi adalah bagaimana penyebaran COVID 19 tidak semakin meluas tidak saja di Indonesia tetapi juga khususnya di Provinsi Bengkulu ini adalah diberlakukannya Karantina Wilayah “Lockdown”.
Mengingat penyebaran COVID 19 saat ini telah mengancam keselamatan publik dimana pertanggal 28 Maret 2020 sebagaimana dilansir oleh sebuah media elektronik nasional TVRI di Dunia telah terkonfirmasi ada 614.169 kasus, 137.271 sembuh dan 28.239 meninggal sedangkan di Indonesia sendiri ada 1.155 kasus, 59 sembuh dan 102 meninggal.
Sementara itu di Provinsi Bengkulu pertanggal 28 Maret 2020 ada 337 PPT (Pelaku Perjalanan dari area Terjangkit), ODP 21 , PDP 2, ada 2 PDP yang meninggal dan terkonfirmasi positif masih 0, itu artinya hingga saat ini Provinsi Bengkulu masih dalam kategori “zona hijau”.
Keadaan ini jangan membuat kita lalai sehingga terlambat mengantisipasi, mengingat arus masuk orang-orang yang mengadakan perjalanan dari area yang terjangkiti terus terjadi akibat belum adanya karantina wilayah terutama lewat jalur udara, meskipun telah diantisipasi pemeriksaan yang ketat termasuk di daerah perbatasan.
Dalam situasi seperti saat ini, sebelum kita semua kalang kabut dalam mengatasinya ada baiknya ide ataupun usulan untuk melakukan Karantina Wilayah “Lockdown” yang telah dua kali disampaikan oleh Walikota Bengkulu H. Helmi Hasan dapat dipertimbangkan dengan arif dan bijaksana oleh negara yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah Provinsi sebagai kepanjangan tangan Pemerintah Pusat.
Menurut Walikota hal ini semata-mata dilakukan untuk mempertahankan status Green Zone atau zona hijau di Provinsi Bengkulu sebagai respon terhadap keinginan majoritas publik yang dilanda kecemasan terhadap semakin tingginya tingkat penyebaran COVID 19 dan dampak yang ditimbulkannya.
Dalam dialog secara Live di sebuah stasiun TV Nasional TV One tanggal 28 Maret 2020 secara terang-terangan Walikota Bengkulu H. Helmi Hasan menegaskan kembali kekhawatirannya terhadap penyebaran COVID 19 ini sehingga mengusulkan agar Karantina Wilayah “Lock Down” segera diberlakukan terutama ditutupnya Bandar Udara sebagai pintu keluar masuknya arus orang dari dan ke Kota Bengkulu.
Apakah Karantina Wilayah “Lockdown” Itu ?
Hari –hari ini kita sering mendengarkan istilah Lockdown atau sebutan lainnya seperti Karantina Wilayah, Isolasi, Pembatasan, Penguncian atau apapun sebutannya tidaklah menjadi persoalan, yang menjadi persoalan hari ini adalah bagaimana upaya kita dalam membatasi ataupun membasmi daripada semakin ganasnya sebaran COVID 19 di Indonesia bahkan dunia termasuk juga mengantisipasi merebaknya virus ini di Provinsi Bengkulu. WHO memberi pengarahan untuk memutus mata rantai penyebaran virus COVID 19 salah satunya membatasi ruang gerak selama 14 hari, dengan cara tersebut dianggap akan mampu menghentikan laju penularan COVID 19.
Hal ini akan berhasil disamping tetap tinggal dirumah dengan melakukan social distancing ataupun physical distancing,pola hidup sehat dan bersih, lebih dari itu adalah menerapkan kebijakan Karantina Wilayah”Lockdown” yang menutup akses masuk keluar dari daerah zona merah yang terjangkiti ke wilayah zona hijau.
Lockdown sendiri artinya penguncian, dikutip dari Tribunnews.com,(18/03/2020) lockdown menurut Cambridge diartikan sebagai situasi dimana orang tidak diperbolehkan masuk atau meninggalkan sebuah bangunan atau kawasan bebas karena kondisi darurat. Jika dikaitkan dalam istilah teknis dalam kasus COVID 19 berarti mengunci seluruh akses masuk keluar dari suatu daerah maupun Negara.
Adapun tujuan mengunci suatu wilayah ini agar virus COVID 19 ini tidak menyebar luas ke wilayah lainnya yang masih terbebas ataupun belum begitu parah kejadiannya. Bahkan di zaman Rasulullah SAW pernah pula terjadi wabah kusta yang menular dan mematikan sebelum diketahui obatnya. Kala itu Rasulullah melakukan isolasi terhadap orang yang sedang menderita penyakit kusta tersebut dengan memerintahkan ummatnya untuk tidak masuk ke wilayah yang terwabah dan orang yang berada di wilayah tersebut juga tidak boleh keluar.
Menurut penulis menerapkan karantina wilayah “lockdown” adalah sebagai Imunitas Social merupakan “Vaksin” yang dapat menjaga pertahanan bagi komunitas social (masyarakat) dari penyebaran virus COVID 19 yang berbahaya ini, disamping juga tentunya tetap menjaga imunitas bodi sebagai konsep dasar pertahanan tubuh kita.
Karantina Wilayah “ Lockdown” Sebuah Pilihan
Menurut sosiolog Imam Prasodjo sebagaimana yang penulis kutip dari laman Tribun Kaltim (27-03-2020) menyatakan bahwa “ jika sampai bulan Ramadan tahun ini COVID 19 tidak berkurang dia memprediksikan rumah sakit hingga tenaga medis bakal kewalahan lantaran banyak orang Indonesia yang masih menyepelekan bahaya Virus Corona” lebih lanjut ia juga menyatakan “Virus Corona mempunyai keganasan yang luar biasa yang harus diantisipasi dan tidak menganggap enteng gejala mewabahnya virus ini, banyak orang yang masih santai saja dan tidak mengindahkan imbauan pemerintah dengan tetap melakukan aktivitas di luar”.
Menurut penulis sendiri ketidakpatuhan masyarakat hingga saat ini salah satunya disebabkan oleh keragu-raguan atau bisa pula dibaca sebagai sikap “kehati-hatian” pemerintah dalam menerapkan kebijakan Karantina Wilayah “Lockdown”.
Jika berdasarkan data yang terkonfirmasi, fluktuasi lonjakan kasus positif COVID 19 ini sangat cepat sekali sejak diumumkan 2 Maret 2020 hingga tanggal 28 Maret ini saja ada 109 orang yang meninggal. Oleh karena itu sangatlah tepat jika Walikota Bengkulu H. Helmi Hasan sangat mendorong khususnya di Provinsi Bengkulu untuk memilih Lockdown sehingga masyarakat tidak lagi bebas “berkeliaran “ berpergian keluar masuk ke ke Provinsi Bengkulu khususnya lewat jalur Udara.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan mengatur bahwa status melakukan Karantina Wilayah “Lockdown” menjadi kewenangan Pemerintah Pusat menurut Menkopolhukam Prof. Mahfud MD “ Pemerintah akan memutuskan soal rancangan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai Karantina Wilayah, Pekan depan” di mana PP tersebut merupakan upaya pencegahan penyebaran wabah COVID 19 yang diakibatkan virus corona.
Meskipun belum diatur dalam undang-undang tersebut namun dibeberapa daerah ada yang telah mengumumkan secara resmi untuk menerapkan Karantina Wilayah “Lockdown” seperti Kota Tegal, Kota Payah Kumbuh, Kabupaten Tasikmalaya. Berbeda dengan Kota Bengkulu ketiga Kota tersebut dapat mengontrol ketat arus orang yang masuk hanya lewat jalur darat sedangkan Kota Bengkulu memiliki Bandara yang tidak serta merta dapat dikontrol oleh Pemerintah Kota karena kewenangan pemeriksaannya bahkan penutupannya ada pada otoritas Pemerintah Provinsi.
Dalam situasi semakin ganasnya ancaman virus COVID 19 ini ada baiknya keadaan darurat dapat pula diterapkan sehingga dapat menjadi alasan dikeluarkannya Diskresi Kebijakan. Sehingga hambatan terhadap penerapan kebijakan karantina wilayah “lockdown” sebagaimana yang di atur dalam Undang-undang Nomor 06 Tahun 2018 antara lain mengatur tentang tanggung jawab Pemeringtah Pusat dan Pemerintah Daerah, hak dan kewajiban, Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Penyelenggaraan Kekaratinaan Kesehatan di Pintu Masuk, Penyelenggaraan Kesehatan di Wilayah Dokumen Karantina tidak perlu memakan waktu lama sementara masyarakat mulai dilanda kecemasan terhadap masih terjadinya arus masuk orang dalam jumlah besar dari wilayah zona merah.
Bahkan para peneliti sebagaimana penulis kutip dari laman Suara.com,(27/03/2020) ikut menyoroti masalah ini “ jika tidak melakukan Lock down dan pengujian dengan lebih luas,hasilnya jutaan orang diprediksi akan terinfeksi virus COVID 19 pada beberapa bulan mendatang”.
Sementara itu peneliti Iqbal Ridzi Elyazar dari Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) mengatakan sekitar 70.000 warga Indonesia di prediksi akan tertinfeksi virus COVID 19 pada akhir April 2020. “70.000 kasus mungkin terdengar menakutkan, tetapi itulah yang akan terjadi jika tidak ditangani dengan tepat” .
Dari data dan fakta yang ada saat ini menurut penulis sangatlah memenuhi syarat OBJEKTIFITAS jika pemerintah menerapkan kebijakan Karantina Wilayah “Lockdown” seperti yang telah diusulkan oleh Walikota Bengkulu H. Helmi Hasan yang disampaikan kepada Pemerintah Pusat melalui Gubernur.
Karena tidak ada yang tahu kapan wabah COVID 19 ini akan berakhir dan memprediksi seperti apa kedepannya, Virus COVID 19 ini adalah virus berbahaya yang harus disikapi dengan Tuntas,Tepat, Cepat, Nyata dan Sunguh-sunguh.
Masing-masing pihak haruslah saling menguatkan, bahu membahu menjauhi prasangka yang bermotif electoral dan egoisme sektoral. Keadaan saat ini memang dunia seolah mencekam dan dalam keadaan darurat”perang” terhadap serangan wabah COVID 19 bahkan lockdown kecil telah berlaku dengan membatasi aktivitas social yang mengundang keramaian massa bahkan Kapolri telah mengeluarkan Maklumatnya.
Masing- masing dari kita hari ini merasa terenggut kebebasan dan kenyamanannya dalam beraktivitas, seolah-olah dibayang-bayangi dengan penuh kewaspadaan dalam berinteraksi social. Namun itulah konsekwensi logis yang sama-sama harus kita jalankan untuk memutus mata rantai penyebaran COVID 19 ini.
Disamping diperlukan Ekstra Kehatian-Hatian dalam menerapkan kebijakan Karantina Wilayah “Lockdown” mengingat Efek Domino yang akan ditimbulkan secara ekonomi, politik, keamanan, social dan budaya, dalam hal ini juga dibutuhkan Keberanian Yang Super dalam melakukan upaya penyelamatan Keselamatan dan Kesehatan Publik tersebut.
*Penulis adalah Fungsional Umum Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian Kota Bengkulu