Rejang Lebong, mediabengkulu.co – Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong memastikan alokasi anggaran sebesar Rp 1,6 miliar yang sumber APBD untuk pembayaran iuran jaminan kesehatan perangkat desa tahun 2024, telah sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Rejang Lebong, Andi Ferdian, mengatakan kalau pihaknya telah menganggarkan sebesar empat persen dari APBD untuk pembayaran BPJS Kesehatan perangkat desa, sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 119 Tahun 2019.
“Kalau yang empat persen itu memang dianggarkan di APBD, karena kita selaku pemberi kerja. Sementara satu persen lainnya langsung dipotong dari alokasi dana desa ketika perangkat desa mengajukan Siltap,” kata Andi, Rabu (19/2/2025).
Andi menjelaskan, pemotongan iuran BPJS Kesehatan tersebut dilakukan langsung saat ADD Siltap dicetak. Hal ini untuk memastikan bahwa pembayaran jaminan sosial berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kalau tidak kita potong, belum tentu dibayarkan secara mandiri. Akhirnya kami yang membayarkan dengan cara pemotongan langsung,” ujar Andi.
Andi menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong selalu memastikan pembayaran BPJS berjalan lancar.
Setiap bulan, BPKD melakukan rekapitulasi bersama BPJS Kesehatan dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa untuk menentukan jumlah tagihan yang harus dibayarkan.
“Setiap BPJS menagihkan ke kami, berdasarkan hasil rekapitulasi dengan PMD, itu menjadi dasar pembayaran empat persen dari APBD,” kata dia.
Terkait jumlah perangkat desa yang menerima manfaat BPJS, Andi mengaku tidak memiliki data pasti, sebab data tersebut ada di PMD.
“Data itu ada di PMD karena mereka yang melakukan rekapitulasi dengan BPJS, termasuk jumlah penerima dan besaran pendapatan perangkat desa. Kami di keuangan hanya bertugas mencairkan sesuai rekapitulasi yang diajukan,” jelasnya.
Andi menyebut bahwa skema pembayaran iuran BPJS bagi perangkat desa telah berlaku sejak 2021.
Dalam skema ini, pemerintah menanggung empat persen dari total iuran, sementara satu persen dibebankan kepada perangkat desa yang bersangkutan.
Namun Andi menyoroti adanya kendala dalam sistem pembayaran ketika terjadi pergantian kepala desa.
Menurutnya, tagihan BPJS bagi kepala desa yang mengundurkan diri atau diberhentikan sementara dapat dihentikan hingga ada kepastian lebih lanjut.
“Harusnya ketika kepala desa mengundurkan diri atau menghadapi kasus, tagihannya berhenti sementara. Tapi kalau sudah masuk dalam rekapitulasi tetap harus dibayarkan,” ujarnya.
Dalam sistem pencairan dana belanja OPD, setiap pengajuan pembayaran harus melalui proses verifikasi yang ketat.
“Setelah diverifikasi oleh PPK masing-masing OPD, mereka mengajukan permintaan ke kami. Setelah ada perintah untuk menerbitkan SP2D berdasarkan SPM, baru kami terbitkan pembayaran,” demikian Andi.
Laporan: Yurnal // Editor: Sony