BMKG Peringatkan Ancaman El Nino di Sejumlah Wilayah Indonesia

BMKG Peringatkan Ancaman El Nino di Sejumlah Wilayah Indonesia. (foto:dok/kompas.com)

Mediabengkulu.co – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan peringatan potensi terjadinya El Nino di Indonesia pada 2023 ini.

Dilansir dari Kompas.com Kepala Badan BMKG Dwikorita Karnawati menyebut El Nino dapat menyebabkan beberapa dampak pada Indonesia, seperti kekeringan dan minimnya curah hujan yang terjadi. El Nino juga disebut akan berpotensi meningkatkan jumlah titik api dan kondisi kerawanan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

“Langkah-langkah strategis perlu dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi dampak lanjutan. Utamanya sektor-sektor yang sangat terdampak seperti sektor pertanian, terutama tanaman pangan semusim yang sangat mengandalkan air,” ujar Dwikorita dari rilis yang diterima Kompas.com, Jumat (9/6/2023).

“Situasi saat ini perlu diantisipasi agar tidak berdampak pada gagal panen yang dapat berujung pada krisis pangan,” tambahnya.

Mengenal fenomena El Nino

El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normal yang terjadi di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur.

Adanya pemanasan SML itu mengakibatkan bergesernya potensi pertumbuhan awan dari wilayah Indonesia ke wilayah Samudra Pasifik tengah sehingga akan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.

“Kombinasi dari fenomena El Nino dan IOD Positif yang diprediksi akan terjadi pada semester II 2023 dapat berdampak pada berkurangnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia selama periode musim kemarau 2023,” ungkap Dwikorita.

“Bahkan sebagian wilayah diprediksi akan mengalami curah hujan dengan kategori Bawah Normal (lebih kering dari kondisi normalnya) hingga mencapai hanya 20 mm per bulan dan beberapa wilayah mengalami kondisi tidak ada hujan sama sekali (0 mm/bulan),” sambungnya.

Bagaimana cara meminimalisir dampaknya? Lebih lanjut,

Dwikorita mengatakan, ada sejumlah langkah strategis yang bisa dilakukan, yaitu dengan mengoptimalkan penggunaan infrastruktur pengelolaan sumber daya air seperti waduk, bendungan, embung, dan sebagainya untuk menyimpan air di sisa musim hujan agar dapat dimanfaatkan pada periode musim kemarau.

Langkah tersebut dilakukan untuk mengurangi risiko kekurangan air baik bagi kebutuhan masyarakat maupun untuk kebutuhan pertanian.

Selain itu, Dwikorita mengatakan, pihaknya akan lebih melakukan upaya pencegahan dan mensiagakan upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan untuk mengantisipasi meningkatnya potensi karhutla, terutama wilayah atau provinsi yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan.

“Upaya pencegahan harus lebih ditekankan dibandingkan pemadaman karena langkah ini lebih efektif untuk menghindari dampak yang luas. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat perlu terus ditingkatkan dalam memahami pengelolaan hutan dan lahan, potensi ekonomi lokal dan pengolahan hasil produksi hutan dan lahan menjadi bernilai tambah,” ujarnya.

“BMKG sendiri terus melakukan pemantauan untuk mendeteksi titik panas atau hot spot menggunakan satelit. Jika BMKG mendeteksi potensi karhutla maka secara resmi BMKG akan mengeluarkan peringatan dini,” tambah dia

Wilayah yang mengalami kemarau 2023

Sementara itu, Plt Kepala Pusat Perubahan Iklim BMKG, Fachri Rajab mengatakan hasil pemantauan BMKG terhadap 699 Zona Musim (ZOM) hingga akhir Mei 2023 yang menunjukkan bahwa sebanyak 28 persen (194 ZOM) di wilayah Indonesia sudah masuk periode musim kemarau. Sementara itu, 56 persen wilayah lainnya (392 ZOM) masih mengalami musim hujan. Adapun sejumlah wilayah yang sudah mengalami musim kemarau, meliputi:

  1. Wilayah Aceh bagian timur
  2. Sumatera Utara bagian timur
  3. Riau bagian timur
  4. Bengkulu bagian barat
  5. Lampung bagian selatan
  6. Banten bagian utara
  7. DKI Jakarta
  8.  Jawa Barat bagian utara
  9. Sebagian wilayah Jawa Tengah
  10. DIY bagian selatan
  11. Sebagian wilayah Jawa Timur
  12. Sebagian wilayah Bali
  13. Sebagian wilayah NTB
  14. Sebagian wilayah NTT
  15. Sebagian wilayah Gorontalo
  16. Sebagian wilayah Sulawesi Tengah
  17. Sulawesi Tenggara bagian selatan
  18. Sebagian wilayah Kepulauan Maluku
  19. Sebagian wilayah Maluku Utara

Sementara itu, sejumlah 16 persen (113 ZOM) lainnya merupakan wilayah yang mengalami kondisi basah atau kondisi kering sepanjang tahun (bertipe satu musim).

Wilayah yang mengalami hujan di musim kemarau

Selain itu, Fachri juga menyampaikan bahwa hujan bulanan periode Juni-Oktober 2023 diprediksi dapat mencapai kondisi bawah normal (atau lebih kering dari rata-ratanya). Wilayah yang diprediksi mengalami hujan dengan kategori di bawah normal pada Juni 2023 meliputi:

  1. Sebagian wilayah Aceh
  2. Sebagian wilayah Jambi
  3. Bengkulu
  4. Sumatera Selatan
  5. Bangka Belitung
  6. Lampung
  7. Jawa
  8. Bali
  9. NTB
  10. NTT
  11. Sebagian wilayah Kalimantan Barat
  12. Sebagian wilayah Kalimantan Tengah
  13. Kalimantan Selatan
  14. Sebagian wilayah Sulawesi Selatan
  15. Sebagian wilayah Sulawesi Barat
  16. Sebagian wilayah Sulawesi Tenggara
  17. Sebagian wilayah Sulawesi Tengah
  18. Sebagian wilayah Maluku
  19. Sebagian wilayah Papua Barat
  20. Sebagian wilayah Papua

Sedangkan untuk bulan Juli, Agustus dan September (JAS) 2023 yang diprediksi sebagai periode puncak musim kemarau, curah hujan bawah normal diprediksi akan terjadi pada wilayah yang lebih luas meliputi:

  1. Sebagian besar Pulau Sumatera
  2. Pulau Jawa
  3. Bali
  4. NTB
  5. Sebagian wilayah NTT
  6. Sebagian besar Kalimantan
  7. Sebagian besar Sulawesi
  8. Sulawesi Utara
  9. Maluku Utara
  10. Sebagian wilayah Maluku
  11. Sebagian wilayah Papua Barat
  12. Sebagian wilayah Papua

Sementara itu, beberapa wilayah akan mengalami curah hujan yang sangat rendah yaitu kurang dari 20 mm/bulan meliputi:

  1. Sumatera bagian selatan
  2. Jawa
  3. Bali
  4. NTB
  5. NTT

(kompas.com/mediabengkulu.co)