Asal Mula Seni Budaya Sekujang, Masyarakat yang Terusir Oleh Harimau Sumatera

Festival sekujang di Desa Talang Benuang tahun 2023 (dok. mc)

Seluma, mediabengkulu.co – Sekujang tidak ada kaitannya dengan Hantu, Jin, sesajen dan lain-lain, sekujang sebenarnya memiliki nilai luhur yaitu persaudaraan dan agamis.

Namun ada sebagian yang menganggap budaya ini mistik bahkan mengarah kepada kesyirikan.

Berikut kisah sekujang yang penuh makna dan bisa diambil ibroh, bebas dari kesyirikan.

Alkisah, pada zaman dahulu kala sekitar tahun 1940-an terdapat sekelompok masyarakat yang tinggal di Petalangan  Padang Capo yang jauh dari keramaian kota. Petalangan ini dipimpin oleh Pasirah yang bernama Pasirah Mustafa.

Pasirah Mustafa terkenal pemberani dan disegani warga, selama ini Petalangan Padang Capo terkenal damai dan sejahtera. Pasirah Mustafa memiliki dua anak laki-laki yang bernama Ujang dan Kaghut.

Si bungsu Ujang merupakan seorang pemuda yang taat beragama dan berperilaku baik. Ia selalu menunaikan ibadah sholat 5 waktu di langgar yang tidak jauh dari rumahnya.

Ia merupakan seorang pemuda yang berbudi pekerti luhur, suka menolong, sosial tinggi, cinta lingkungan, dan sangat ramah jika bertemu dengan sesama.

Ia juga sangat sayang dan bersahabat dengan binatang yang ada di hutan, termasuk Harimau Sumatera. Ujang suka memberi makan binatang-binatang di hutan dengan umbi-umbian yang ia miliki atau sisa-sisa makanan yang ada.

Ujang dikenal sebagai pemuda yang cerdas. Walaupun belum ada sekolah formal, ia sudah menunjukkan tentang pentingnya menuntut dan mengajarkan ilmu. Setiap selesai magrib di malam hari.

Ia belajar ilmu agama di rumah pemuka agama dan setiap sore, ia mengajarkan ilmu yang didapat kepada anak-anak dan pemuda Padang Capo secara sukarela.

Berkat kerja keras dan kegigihannya, banyak anak-anak dan pemuda yang mengerti dan menjalankan ilmu agama di Padang Capo.

Ujang juga mempunyai jiwa seni. Ia pandai bergaul dan bisa berpantun. Ditambah lagi ia mewarisi bakat kepemimpinan dari ayahnya dan ilmu pengobatan dari kakeknya.

Lengkaplah sudah potensi yang dimiliki Ujang, ia disenangi semua kalangan dan usia. Sementara kakaknya Kaghut  berbeda 180 derajat dengan Ujang.

Kaghut tumbuh menjadi pemuda yang berjiwa kasar, tidak peduli dengan lingkungan, dan suka membuat kegaduhan di lingkungannya. Kaghut juga suka merusak hutan dan membunuh hewan, tak terkecuali Harimau pun dibunuhnya.

Pengaruh lingkungan yang tidak baik mengubah perilaku Kaghut berbeda dengan Ujang.

Ujang dan Pasirah Mustafa sudah sering memperingatkan Kaghut untuk rajin belajar dan beribadah. Namun nasehat tersebut tidak pernah diindahkannya.

“Nak, pelajarilah ilmu agama dan tinggalkanlah perbuatan yang tidak baik, agar menjadi manusia yang selamat dunia akhirat,” kata Ayahnya.

Bukannya mengikuti nasehat tersebut, tapi Kaghut menjawab. “Tak usahlah ayah mengatur orang, aku bisa menyelamatkan diri sendiri,” dengan nada yang agak tinggi.

Nasehat orang tua dianggap angin lalu saja, tidak pernah dihiraukan. Karena badannya yang besar dan gagah, Kaghut menjadi ketua geng kelompok pemuda yang suka merusak dan berkelahi di lingkungannya.

Untuk melengkapi kehebatannya sebagai ketua geng, Kaghut mempelajari ilmu bela diri. Kaghut bahkan sering berguru dengan dukun-dukun yang memegang ilmu hitam.

Jadilah Kaghut pemuda yang merasa hebat sendiri ditambah lagi dengan dukungan pemuda-pemuda di gengnya. Setiap hari kerjanya membuat keributan dan mengganggu orang lain. Semakin jauhlah kehidupan Kaghut dari nilai-nilai agama.

Petalangan Padang Capo terdiri dari masyarakat yang beraneka ragam tingkah laku. Masyarakat di Petalangan ini semakin ramai, hingga bermacam tingkah laku muncul di sana.

Ada yang berperilaku baik seperti Ujang dan ada juga yang berperilaku tidak baik seperti Kaghut. Masyarakat yang berperilaku tidak baik adalah masyarakat yang tidak jelas tujuan hidupnya, yang hanya bermalas-malasan dan jauh dari nilai-nilai agama.

Karena perilaku yang jelek dan tidak saling menghormati, sering terjadi perkelahian antar individu dan kelompok keluarga. Akibatnya tidak jarang sampai berdarah-darah dan berujung kematian.

Perkelahian, saling menghina, dan perampokan menjadi pemandangan setiap hari pada masyarakat kelompok ini.

Selain tidak harmonis dengan sesama masyarakat, geng yang berperilaku tidak baik ini juga sering membunuh binatang dan merusak lingkungan. Mereka sering merusak hutan dengan menebang pohon dan membakarnya.

Binatang-binatang yang menjaga keseimbangan lingkunganpun tidak luput mereka bunuh. Hewan yang mereka bunuh pun dibiarkan saja bergelimpangan di hutan dengan alasan yang tidak jelas.

Ujang yang terkenal sebagai pemuda yang baik, telah mengingatkan masyarakat agar jangan merusak hutan karena akibatnya akan mebahayakan lingkungan berupa sampah yang berserakan dan kebakaran hutan.

Selain itu, Ujang juga mengingatkan tidak boleh membunuh binatang, apalagi kalau hanya untuk mainan saja.

“Wahai saudara-saudaraku, jangan membunuh binatang, terutama Harimau apalagi hanya untuk permainan saja,” ungkap Ujang.

Dengan sombongnya Kaghut menjawab, “Aku tidak takut dengan Harimau, mudah bagiku untuk membunuhnya,” sembari membusungkan dadanya.

Harimau Sumatera adalah binatang yang sangat pendendam bagi yang menantangnya, apalagi sampai membunuh kawanannya. Anehnya Harimau akan tahu siapa yang berperilaku tidak baik.

Sampai-sampai ia tahu betul bau darah orang yang membunuh kawanannya. Dalam bahasa Serawai Harimau disebut juga “Niak”, artinya raja hutan yang menakutkan.

Semakin hari semakin banyak binatang yang dibunuh oleh warga petalangan Padang Capo. Kelompok warga yang suka berburu binatang dipimpin oleh Kaghut.

Kaghut dan kelompoknya tidak mempedulikan nasehat Ujang dan ayahnya, bahkan mereka menertawakan Ujang dan menyebutnya sebagai orang penakut.

Pasirah Mustafa sangat malu pada warga dan marah dengan sikap menentang yang ditunjukkan oleh Kaghut anaknya. Suatu hari Pasirah Mustafa memanggil Kaghut untuk menasehatinya.

“Hai anakku Kaghut, ke sinilah ada yang ingin bapak sampaikan!” kata Pasirah Mustafa.

Kaghut menjawab, “Sudahlah, Bapak pasti mau menasehati dan menggurui Kaghut kan? Kaghut tidak perlu lagi digurui karena sudah besar dan bisa berpikir sendiri”.

Terkejutlah Pasirah Mustafa atas jawaban Kaghut, “Nak, siapa yang mengajari menjawab kasar terhadap orang tua? berlaku sopanlah dengan orang tua,” kata Mustafa.

Bukannya meredah malah Kaghut semakin menentang dengan berkata.

“Bapak masih juga menasehati, memangnya Kaghut anak kecil apa?, Kaghut sudah tidak nyaman lagi di rumah ini dan mau menginap di rumah teman-teman saja, Kaghut mau bebas,” sembari beranjak pergi.

Akhirnya Kaghut pergi dari rumah ayahnya ke rumah teman-teman satu gengnya. Jadilah Kaghut tambah bebas berkelakuan sekehendaknya saja dan tidak mempan lagi dinasehati siapapun.

Puncak kejadian yang merupakan awal petaka,  saat geng yang dipimpin Kaghut pergi berburu ke hutan sekitar  Petalangan mereka.

Binatang apa saja yang ditemui di hutan langsung dibunuh oleh mereka, tak peduli binatang yang dibunuh untuk dijadikan makanan atau sekedar untuk permainan saja.

Tiba-tiba mereka menemukan dua ekor anak Harimau Sumatera yang terpisah dari induknya.

Tanpa banyak membuang waktu, langsung saja dua anak Harimau itu dikepung dan dibunuh dengan menggunakan senjata tombak, panah, dan parang.

Anak Harimau ini dikuliti, lalu kulitnya mereka jemur dan dijadikan gendang untuk begadang dan bersenang-senang.

Kaghut dan sebagian masyarakat lupa pesan Ujang dan ayahnya, ia tidak menyadari insting Harimau sangat tajam jika kawanan mereka dibunuh dengan semena-mena.

Perilaku masyarakat inilah yang menyebabkan puncak kemarahan komunitas Harimau Sumatera yang mendiami hutan tersebut.

Sehari setelah kejadian tersebut, tiba-tiba banyak Harimau masuk ke Petalangan Padang Capo dan membunuh masyarakat di sekitarnya.

Harimau tersebut membalas serangan yang dilakukan oleh masyarakat yang membunuh anak-anaknya. Masyarakat petalangan Padang Capo porak poranda, ada yang lari dan ada yang menyembunyikan diri di rumah dan di atas pohon.

Kawanan Harimau mengejar terus sampai dapat, menunggu dan mengintai sampai masyarakat keluar dan membunuhnya. Peristiwa ini berlangsung sehari, dua hari, seminggu, sampailah sebulan berlangsung seperti peperangan.

Anehnya juga, ternyata Harimau-Harimau tersebut seolah-olah tahu siapa yang berperilaku tidak baik dan telah membunuh kawanannya.

Buktinya, yang dibunuh Harimau adalah kelompok orang yang telah membunuh anaknya saja. Ujang tidak diganggu oleh Harimau-Harimau itu.

Bahkan Harimau-Harimau tetap bersahabat dengan Ujang dan teman-temannya yang berperilaku baik pada binatang.

Suatu malam, datanglah kawanan Harimau menyerang petalangan Padang Capo mencari sasarannya. Saat itu ada sebuah rumah yang sedang terjadi pertemuan keluarga.

Dalam pertemuan tersebut ada yang dicari oleh Harimau ada juga orang baik yang tidak dicari Harimau. Tiba-tiba Harimau mendobrak pintu belakang rumah “krak”, semua orang terkejut dan merasa takut.

Namun karena pintu belakang dikunci dengan tunjang kayu yang besar, belum dapat dibuka oleh Harimau. Merasa belum berhasil, Harimau tersebut mendobrak pintu lagi sebanyak tiga kali “krak, krak, krak”.

Karena sering didobrak, pintu rumah sudah hampir terbuka. Pada saat mau mendobrak yang kelima kalinya dan hampir masuk, beberapa kawanan Harimau seolah-olah mengetahui bahwa orang yang ada di rumah tersebut ada orang-orang yang baik juga.

Akhirnya Harimau-Harimau tersebut mengurungkan niatnya untuk masuk ke rumah tersebut. Mereka mencari ke rumah yang lain lagi.

Tidak hanya malam, siang hari pun banyak Harimau yang menyerang warga di Petalangan Padang Capo.

Seperti biasanya pemuda-pemuda Padang Capo bercengkerama dan bermain di sungai setiap pagi dan petang untuk membersihkan badan sebelum dan sesudah beraktivitas.

Setelah selesai mandi mereka pun pulang berjalan kaki melewati jalan setapak. Tiba-tiba di tengah perjalanan datanglah kawanan Harimau mengejar untuk menculik pemuda-pemuda tersebut.

Saat berangkat ke sungai berjumlah sepuluh orang, pulangnya tinggal berjumlah delapan orang. Anehnya yang hilang tersebut adalah pemuda-pemuda yang ikut membunuh anak Harimau.

Pemuda yang baik lainnya tidak diganggu Harimau. Kejadian ini sudah beberapa kali terjadi. Petalangan Padang Capo sudah tidak aman lagi, penuh ancaman, dan penuh ketakutan.

Setiap hari ada saja orang yang meninggal dibunuh Harimau yang mengamuk. Suasana semakin mencekam, tidak hanya malam, siang hari pun Harimau datang untuk membunuh orang yang telah membunuh anaknya.

Selain terkenal sebagai pemimpin pemuda yang jahat, Kaghut terkenal sebagai pemberani dan jago silat. Walaupun petalangan Padang Capo sudah diserang Harimau, namun Kaghut belum menyadari akan kesalahannya.

Kaghut tetap melawan dengan rekannya dan ingin terus menyerang Harimau. Suatu hari, Kaghut kembali berburu untuk membunuh Harimau yang menyerang petalangangnya.

Kaghut dan beberapa rekannya membawa beberapa senjata dan perlengkapan berburu. Tiba-tiba Kaghut melihat dua ekor Harimau yang sedang berjalan di hutan dan Kaghut pun bersiap melemparkan tombaknya.

Namun ada Harimau yang menyadari bahaya tersebut, ia segera menghindar dan segera berbalik arah untuk menyerang Kaghut. Khagut melawan dengan menyerang Harimau menggunakan senjata pedang dan tombak.

Terjadilah pertarungan sengit, serang menyerang dan saling menghindar. Pertempuran berlangsung kurang lebih  satu jam.

Karena Harimau sangat tangguh, akhirnya Kaghut tidak berdaya dan mampu dikalahkan Harimau dan Ia pun terbunuh dalam peristiwa tersebut.

Teman Kaghut ada yang mampu menyelamatkan diri dan ada juga yang bernasib sama dengan ketua gengnya.Setelah kematian Kaghut, ternyata serangan Harimau ke petalangan Padang Capo meredah.

Harimau-Harimau tersebut seolah-olah tahu betul sasaran utama penyerangan mereka sudah tercapai, yaitu membunuh ketua geng yang berperilaku tidak baik.

Walau hampir tidak ada lagi serangan dari Harimau, suasana mencekam dan trauma atas kejadian tersebut tetap ada di petalangan Padang Capo. Masyarakat merasa takut pergi ke kebun dan ke luar rumah.

Perasaan sedih dan takut masih menghantui. Sedih karena teman dan keluarga banyak yang menjadi korban keganasan Harimau. Takut kalau-kalau Harimau tersebut kembali menyerang warga.

Beberapa pemuka masyarakat dan Pasirah Mustafa berembuk, mereka memikirkan bagaimana untuk kebaikan warga pasca serangan Harimau.

Akhirnya mereka sepakat sebaiknya pindah saja dari tanah kelahiran tersebut. Hal ini dikarenakan tidak tahan memendam rasa sedih, takut, dan trauma berkepanjangan.

Banyak yang setuju, tapi ada juga yang tetap ingin tinggal di tanah kelahiran karena merasa sayang meninggalkan rumah dan tanah pertanian. Perpindahan yang direncanakan pun belum tentu ke mana tujuannya.

Di tengah keraguan tersebut, akhirnya Pasirah Mustafa memutuskan yang berkeinginan pindah diperbolehkan dan nanti akan dipimpin dirinya. Warga yang ingin pindah mempersiapkan diri dan perbekalan untuk berangkat.

Warga masyarakat petalangan Padang Capo pindah dari kampungnya secara besar-besaran. Perpindahan ini juga diikuti beberapa masyarakat yang dulunya tidak ikut membunuh anak Harimau karena ada kaitan secara kekeluargaan.

Pasirah Mustapa juga pindah ikut rombongan karena ia merasa bertanggung jawab sebagai pemimpin warga. Pasirah tetap memberikan arahan dan semangat warga agar tidak putus asa dengan kejadian luar biasa yang menimpa Petalangannya.

Untuk memimpin warga Petalangan Padang Capo yang tinggal, Pasirah Mustafa menunjuk Ujang anaknya. Kepergian sebagian besar masyarakat ini sangat menyedihkan di antara kedua bela pihak yang mau pindah atau yang masih tetap tinggal.

Penduduk yang ingin pindah pun berangkat hanya mengikuti langkah kaki belum tahu tujuan yang jelas, apalagi harus berpisah dengan Ujang dan beberapa warga yang terkenal baik lainnya.

Sedangkan yang ditinggalkan sedih karena akan berpisah dengan saudaranya dalam waktu yang lama atau bahkan bisa jadi berpisah selama-lamanya.

Ujang harus berpisah dengan ayahnya Pasirah Mustafa. Selama ini, ia belum pernah berpisah dengan ayahnya. Meskipun berpisah, namun ayahnya merasa yakin dengan kepribadian dan bekal yang dimiliki Ujang.

Ujang sudah menjadi pribadi yang baik dan siap untuk hidup dan bermasyarakat dimanapun. Ujang sangat sedih dengan perpindahan warga petalangannya.

Selain berpisah dengan ayah tercinta dan warga petalangannya, ia juga berpisah dengan wanita pujaan hatinya Idut.

Idut pindah ikut ayah dan ibunya serta keluarga besarnya. Berat memang bagi Ujang dan Idut untuk berpisah. Berpesanlah Idut pada Ujang.

“Dang Ujang walaupun kita dipisahkan oleh jarak, namun kalau  Tuhan menghendaki kita berjodoh pasti akan ketemu juga,” kata Idut.

Dengan rasa sedih Ujang pun merelakan kepergian Idut, “Ding Idut, pergilah bersama orang tuamu, jaga dirimu baik-baik, jangan lupa terus berbuat baik, selalu beribadah, dan semoga Tuhan selalu mendengar doa-doa kita”.

Pada hari yang sudah ditentukan, berangkatlah rombongan warga petalangan Padang Capo meninggalkan tempat kelahiran mereka. Mereka berjalan ke arah Selatan, namun tidak tahu tujuan yang jelas.

Perpindahan ini terjadi hanya dalam waktu 1 hari saja. Masyarakat pergi di bawah pimpinan Pasirah Mustafa. Setelah kepergian warga petalangan Padang Capo, tinggallah beberapa orang saja.

Akhirnya, Ujang sebagai pemimpin memulai hidup baru dengan kondisi pertalangan yang sepi. Namun dalam dirinya Ujang mempunyai keinginan suatu saat nanti ia bisa mencari dan menemukan kembali orang sepetalangan dengannya.

Ujang hidup di Petalangan yang jauh dari keramaian. Ujang juga terpisah dengan teman-teman sepermainannya yang sudah pergi.

Kehidupan Ujang sangat tergantung dari alam. Untuk sekedar makan, Ujang mencari makanan di hutan berupa buah-buahan atau umbi-umbian.

Kehidupan seperti inilah yang dilalui Ujang hingga hampir satu tahun. Namun Ujang tetap tabah dan selalu beribadah kepada Allah. Ia tetap menjadi pemuda yang baik dan bersahabat dengan lingkungan.

Karena kebaikannya Ujang terlindungi dari bahaya termasuk dari serangan Harimau.

Suatu ketika saat bulan Ramadhan menjelang hari raya Idul Fitri, Ujang sangat merindukan kebersamaan dengan saudara-saudaranya yang berpisah dulu.

Ia ingin sahur, takbiran, dan lebaran bersama lagi. Terlebih Ujang sangat merindukan ayahnya. Ia berusaha lebaran tahun ini juga akan mencari saudara-saudaranya dan ingin bertemu lagi.

Kerinduan Ujang juga dengan wanita pujaannya Idut. Ujang tidak pernah mendapatkan kabar tentang Idut karena tidak ada sarana transportasi dan komunikasi. Ingin rasanya Ujang menanyakan kabar, tapi melalui siapa pesan tersebut disampaikan.

Ingin rasanya Ujang berpantun mengungkapkan rasa simpati, tapi berteriak pun pesannya tidak akan sampai. Bertambahlah rasa rindu Ujang dan ingin segera menyusul.

Ujang merencanakan untuk menyusul ayah, Idut dan saudara-saudaranya. Walau tidak tahu di mana mereka berada, Ujang tetap nekat ingin bertemu.

Perjalanan yang akan ditempuh pun sulit ditebak karena memang tanpa arah. Selain itu juga Ujang tidak mempunyai perbekalan makanan untuk melakukan perjalanan yang belum tahu berapa lama perjalanan mencari saudara-saudaranya.

Suatu ketika berembuklah Ujang dengan kerabatnya untuk pergi mencari saudara-saudaranya yang berpisah dulu.

Saat pagi Ramadhan yang ke-28, Ujang dan sembilan kerabatnya melakukan perjalanan ke arah Selatan. Dalam perjalanan, ia terus menelusuri gunung, lembah, dan hutan belantara tanpa kenal menyerah.

Perjalanan terus ditempuh walau perut terasa sangat lapar. Saat Magrib, Ujang hanya berbuka dengan minum air sungai yang ditemui di perjalanan.

Selama perjalanan Ujang dan kerabatnya diikuti oleh Harimau yang berfungsi melindungi Ujang agar selamat sampai tujuan. Suatu hari saat Ujang dihadang ular dan serigala, Harimaulah yang mengusirnya.

Bahkan ketika Ujang tersesat ke daerah yang berbahaya Harimau juga yang menunjukkan jalan yang menuju ke arah pemukiman penduduk. Harimau di daerah hutan Padang Capo tahu betul akan kebaikan Ujang selama ini.

Harimau merasa berhutang budi selama ini dengan Ujang, sehingga Harimau mau membelas budi baik tersebut.

Tidak terasa, sudah tiga hari perjalanan ditempuh oleh Ujang dan kerabatnya untuk mencari saudara-saudara sepetalangan dengannya dulu.

Tepat tengah hari, Ujang istirahat dibawah pohon karena sangat lelah. Menurut perhitungan dan tanda-tanda bulan yang ia pahami selama ini, hari itu sudah masuk bulan Syawal, artinya orang sudah lebaran.

Sehingga tidak boleh lagi berpuasa. Lalu, Ujang mencari air di sungai terdekat untuk berbuka. Kemudian melanjutkan perjalanan lagi.

Saat menjelang magrib tanggal 1 Syawal, Ujang melihat perkampungan dari jauh, ia pun langsung gembira dan mempercepat langkah agar segera tiba.

Setibanya di kampung tersebut, Ujang langsung menuju masjid dan melaksanakan sholat Magrib. Ternyata kampung tersebut dihuni sebagian besar saudara-saudara sepetalangan dengan Ujang dulu.

Sekarang kampung tersebut adalah Desa Sukamaju, Kecamatan Sukaraja Seluma. Ujang merasa sangat bahagia bertemu dengan saudara-saudaranya.

Orang-orang langsung tahu kedatangan Ujang. Karena dulu Ujang orangnya baik dan disenangi banyak orang, ia langsung disambut seperti seorang raja.

Ujang menceritakan, kalau ia sangat lapar karena tidak mempunyai perbekalan makanan, sudah tiga hari tidak makan. Mendengar hal tersebut, semua orang di kampong kasihan dan ingin memberi Ujang makanan kue lebaran.

Karena semua orang ingin langsung memberi makanan pada Ujang, akhirnya diputuskan Ujang dan beberapa pemuka masyarakat mendatangi setiap rumah penduduk untuk meminta atau menjemput makanan.

Warga akan memberikan makanan dengan syarat Ujang harus berpantun, mengobati penyakit, dan memanjatkan doa selamat.

Sambil menjemput kue tersebut, Ujang yang terkenal bisa berpantun langsung menunjukkan kebolehannya. Setelah Ujang dan orang yang ikut bepantun, masyarakat memberikan makanan.

Beberapa syair pantun Ujang yang dilantunkan, Jang……

Sekujang…..

Mintak lemang sebatang

Batan Pengisi Peghut Panjang

Jang sekujang

Mintak lemang gak sebatang

Mintak gelamai gak semato

Kami kini ndak rerayo

Lelalang gumput lelalang

Batang panah muncul tengelam

Atang kami lambat datang

Dusun jauah bulan tenggelam

Anai-anai bawa batang

Betutup daun bulua

Anak moanai la dating

Kalu ado dua pulua

Yam sekiam

Seraut mato kalo

Ngapola ibung diam-diam

Bukan lak itu caro kalo

Cit bedecit munyi kelambit

Muni kucira di gunung dempo

Alangka kaghut uma ini

Monyenkan lemang baling tungku

La lamo nido ketemu

Dalam ati tengiang rindu

Kini kito la betemu

Marilah kito saling bepadu

Artinya: Jang Si Ujang

Meminta kue Lemang satu batang

Untuk mengisi perut lapar

Jang… Si Ujang

Meminta kue lemang satu batang

Meminta kue dodol satu ons

Kami sekarang mau lebaran

Ilalang rumput ilalang

Anak panah turun naik

Kenapa kami terlambat datang

Karena dari Desa jauh

Anai-anai di bawah batang

Di tutupi daun bambu

Sanak keluarga sudah datang

Sekitar dua puluh orang

Tajam

Pisau Besi lama

Kenapa bibi suka diam (tidak ramah)

Bukan seperti itu adat kita lama

Berdecit suara kelelawar

Bunyi burung Kucira di Gunung Dempo

Alangkah Jelek rumah keluargaku ini

Menyembunyikan kue di balik tungku

Sudah lama tidak ketemu

Dalam hati terpendam rindu

Kini kita sudah bertemu

Marilah kita saling bersatu

Selain pandai berpantun, Ujang adalah tabib yang terkenal. Sambil menjemput makanan, Ujang mengobati bagi warga yang tertimpa penyakit dan terakhir memanjatkan doa selamat.

Warga sangat senang dan antusias dikunjungi Ujang dan rekan-rekannya, warga pun rela memberikan makanan terbaiknya. Akhirnya terkumpullah makanan dari masyarakat.

Makanan yang sudah terkumpul kemudian dibawa dengan keranjang-keranjang besar menuju masjid. Setelah tiba di masjid, makan tersebut diwadahi dengan piring yang terbuat dari bambu dan rotan.

Layaknya sebuah acara pesta, sebelum menyantap makanan dibacakan doa terlebih dahulu yang dipimpin langsung oleh Ujang.

Do’a yang dipanjatkan dalam rangka ucapan syukur dan bahagia sudah mampu menyelesaikan ibadah puasa, berkumpul bersama, rezeki halal, kesejahteraan warga, dan minta perlindungan dari Allah atas segala bahaya.

Ujang baru tahu dari warga, kalau delapan bulan setelah meninggalkan Petalangan Padang Capo, Pasirah Mustafa meninggal dunia di daerah Sukomaju Sukaraja Seluma.

Ujang sudah tidak bertemu lagi dengan ayahnya setelah perpisahan dulu. Peristiwa ini menambah kesedihan bagi semua warga terutama Ujang, tapi ia menyadari kalau maut adalah ketentuan dari Yang Maha Kuasa.

Untuk menggantikan Pasirah Mustafa secara kompak warga menunjuk Ujang sebagai pemimpin mereka. Selain peristiwa yang menegangkan dan kesedihan, Ujang juga merasa gembira bertemu kembali dengan wanita pujaannya Idut.

Idut pun merasa senang bertemu kembali dengan Ujang pemuda pujaan hati yang baik hati. Banyak hal berbagi cerita antara keduanya, seperti cerita-cerita panjang yang tak ada habisnya.

Keluarga Idutpun sangat senang dengan pribadi baik yang dimiliki Ujang. Selanjutnya karena sudah merasa mantap dan yakin, Ujang dan Idut pun menikah dan dirayakan dengan meriah.

Semua orang merasa bahagia dengan bersatunya pemuda dan pemudi baik tersebut. Masyarakat Sukamaju hidup berbahagia dan aman dari bahaya di bawah kepemimpinan Ujang.

Kebaikan Ujang selama ini berbuah kebahagiaan dan ketenteraman. Ujang menjadi pemimpin baik, mendapatkan istri yang baik, dan dihormati semua orang.

Sampai saat ini masyarakat Sukomaju Seluma hidup sejahtera, rukun, damai, dan berpendidikan. Sebagian masyarakat Sukomaju pindah ke Kabupaten Kepahiang khususnya Desa Tapak Gedung.

Saat ini banyak sekali keturunan Padang Capo di Provinsi Bengkulu yang sudah sukses di segala bidang baik pemerintahan maupun swasta.

Kegigihan bekerja dan mencari ilmu serta perilaku baik menjadi modal besar bagi suku Serawai untuk meraih kesuksesan.

Peristiwa Ujang meminta makanan inilah yang kemudian diingat oleh masyarakat agar suka berbuat baik, bersedekah, dan selalu berdo’a terutama dalam menyambut datangnya bulan Syawal.

Sebagaimana yang telah dilakukan Ujang. Pepatah mengatakan, “Orang yang baik meninggalkan namanya”.

Cerita ini merupakan cerita dari mulut ke mulut yang terjadi di masa lalu. Saat ini cerita ini diabadikan dalam bentuk kegiatan seni budaya yang rutin dilakukan pada saat datangnya hari raya Idul Fitri.

Di Desa Padang capo dan beberapa desa di Kecamata Kabupaten Seluma. Jika ingin menyaksikan langsung seni budaya ini, datang saja pada tanggal 1 Syawal setelah sholat Magrib di Desa Padang Capo Provinsi Bengkulu.

Seni budaya ini sekarang diberi nama “Sekujang” berasal dari nama “Si Ujang”. Acara ini biasanya disaksikan banyak penonton yang datang langsung ke Desa Padang Capo.

Acara ini juga dilatarbelakangi untuk mengenang kebaikan Ujang. Biasanya juga nama panggilan kesayangan untuk anak laki-laki suku Serawai adalah Ujang atau Jang, tujuannya adalah agar anak laki-lakinya kelak menjadi baik seperti Ujang.

Sebaliknya, Kaghut diabadikan dalam bahasa Serawai dengan arti “Jelek”. Hal ini menunjukkan kalau masyarakat suku Serawai sangat membenci perilaku yang ditunjukkan oleh Kaghut.

Contoh bahasa orang tua yang menegur anaknya agar berperilaku baik: “Ubahlah tingka kaba tu, Alangke Kaghut o tu”, artinya: “ Perbaikilah tingkah laku mu yang sangat jelek itu”.

Cerita ini ditulis untuk memantapkan kita kalau kebaikan akan mendatangkan kebahagiaan dan sebaliknya.

Banyak kisah-kisah yang dituturkan orang tua dari Padang Capo yang memiliki pelajaran yang mendidik dan berharga bagi generasi yang akan datang. Kisah-kisah itu dijadikan cerita turun temurun sampai saat ini.

Biasanya orang tua menceritakan cerita turun temurun tersebut sebagai cerita pengantar tidur atau saat suasana santai berkumpul dengan anak-anaknya.

Sehingga cerita zaman dahulu tetap abadi dalam ingatan anak-anak sampai generasi saat ini. Pada umumnya cerita tersebut belum pernah ditulis, baru generasi modern saat inilah cerita rakyat ini dituliskan. SEKIAN

Arti kata :

  1. Petalangan – kampung yang letaknya di daerah perkebunan
  2. Sepetalangan – Sekampung
  3. Pasirah – ketua/pemimpin kelompok masyarakat
  4. Langgar – musholah/tempat ibadah
  5. Niak artinya – Harimau
  6. Dang – Kakak
  7. Ding – Adik

Penulis : Muzanip Alperi // Editor : Sony

Muzanip Alperi merupakan seorang penulis dan pengembang pembelajaran di Balai Guru Penggerak Bengkulu